BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
Keberagaman dan kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak
terhitung jumlahnya. Warisan budaya (cultural heritage) merupakan bagian dari keberagaman
dan kekhasan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya
dapat pula ditafsirkan sebagai bagian inti dari jati diri suatu bangsa. Dengan kata
lain, martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya yang mencakup unsur-unsur
yang ada di dalamnya.
Warisan budaya adalah kekayaan bangsa Indonesia yang harus
kita pelihara dan kembangkan. Warisan budaya yang kita miliki bersama ini sangat
bernilai sosial dan ekonomi. Kita tidak pernah memikirkan bahwa sebetulnya khazanah
budaya, baik yang berbentuk artefak-kebendaan (tangible) maupun yang non-kebendaan
(intangible), sesungguhnya menyimpan potensi yang luar biasa untuk dikembangkan
(Sedyawati, 2003: xi—xiii).
Indonesia harus dapat memanfaatkan setiap peluang untuk mengembangkan
warisan budaya bangsa menjadi sebuah aset berharga bagi pertumbuhan sosial. Kemajemukan
budaya Indonesia sangat bernilai dan berpeluang menjadi investasi besar bagi pengembangan
daya saing bangsa. Hal itu akan berdampak pula pada peningkatan potensi keunggulan
bangsa yang luar biasa.
Pada saat ini, pemahaman tentang peran budaya dapat mengubah
banyak hal (termasuk perekonomian kita) mulai banyak dibicarakan oleh orang. Banyak
orang mulai berpikir tentang cara untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan inovatif,
tetapi tetap menonjolkan budaya bangsa. Pernyataan tersebut sejalan dengan kutipan
berikut.
Para ahli semakin memahami peran budaya dalam mengubah banyak
hal, termasuk perekonomian suatu bangsa. Mereka bertolak dari kenyataan bahwa pembangunan
ekonomi selama ini terbukti tidak dapat memperbaiki kualitas hidup manusia secara
ideal dan bahkan membuat masyarakat jadi amat bergantung pada birokrasi sentralistik
yang memiliki berbagai fasilitas dan akses. Selain itu, perubahan dari budaya agraris
ke budaya industri dan budaya pascaindustri telah menyebabkan perubahan dalam tata
kehidupan masyarakat, termasuk masyarakat Indonesia. Secara sistematis dan terstruktur,
pendekatan ekonometrik yang sangat sentralistik (khususnya di Indonesia) telah meniadakan
potensi lokal untuk memperlihatkan kekuatan dan sekaligus keunggulan komparatifnya
(Pudentia, 2008: 3).
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang
juga merupakan identitas bangsa. Dewasa ini, kehadiran batik sudah mendapat penghormatan
dari dunia internasional. Batik tidak hanya dapat ditemukan di Indonesia, tetapi
juga dapat ditemukan di beberapa negara lain. Namun demikian, jika ditanya mengenai
batik yang unik (dalam hal proses pembuatan batik tradisional) dan berkarakter (dalam
hal motif dan pakem), jawaban yang pasti adalah batik Indonesia. Sebagai sebuah
warisan budaya bangsa Indonesia, batik mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Perkembangan itu membuat eksistensi batik sebagai bagian dari identitas bangsa semakin
kuat di tengah masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memungkinkan
terjadinya sebuah inovasi—termasuk di Indonesia. Selain itu, hadirnya inovasi tersebut
juga mencerminkan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia yang unggul dan
berdaya saing. Mereka telah berpikir secara kreatif tentang cara menghasilkan sesuatu
secara inovatif dan tetap mengangkat serta menonjolkan warisan budaya bangsa.
Batik-batik di Indonesia pada umumnya merupakan buah karya
para pembatik yang memiliki keterampilan membatik secara turun-temurun. Para pembatik
mengikuti kaidah yang diajarkan orang tua atau pendahulunya, mulai dari kegiatan
mendesain, menulis (untuk batik tulis) atau mencetak (untuk batik cap), hingga proses
akhir sampai dihasilkannya kain batik yang indah. Kegiatan tersebut begitu sederhana
dan tidak menggunakan rumus, teori, atau teknologi yang canggih.
Secara tidak sadar, nenek moyang bangsa Indonesia ternyata
telah berpikir secara sistematis. Hal ini terlihat dari motif batik yang dihasilkannya,
yang ternyata dapat dihitung dimensi fraktalnya. Menurut Muhamad Lukman, dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pixel People Project Reseacrh and Design pada tahun
2007, motif-motif batik Indonesia merupakan perwujudan dari sistem fraktal, yaitu
suatu sistem di alam semesta ini yang memiliki prinsip utamaiterasi (pengulangan).
Dari kenyataan itu, motif batik Indonesia dapat diteliti dari sudut sains (matematika)
(Lukman, 2007: 2—3).
B.
Rumusan
Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini :
1.
Bagaimana konsep yang diterapkan dari fraktal batik?.
2.
Bagaimana persaingan antara batik fraktal dan batik tradisional?
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.
Mengenal fraktal batik sebagai inovasi budaya Indonesia
2.
Mengembang-luaskan konsep bisnis berbasis budaya, pengetahuan dan teknologi
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Batik, Inovasi, dan hubungannya dengan Kebudayaan
Dalam Pengantar Ilmu Antropologi (1990), kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupannya
yang dijadikan milik diri dengan cara belajar. Kebudayaan mempunyai tiga wujud dasar,
yaitu sebagai ide atau gagasan, sebagai perilaku manusia yang berpola, dan sebagai
benda-benda hasil karya manusia. Selain itu, kebudayan memiliki tujuh unsur utama.
Ketujuh unsur itu; sistem pengetahuan, sistem peralatan hidup dan teknologi, organisasi
sosial, sistem bahasa, sistem religi, sistem mata pencaharian hidup, dan kesenian.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, batik dianggap
sebagai hasil kerajinan asli yang diwariskan secara turun-temurun. Batik berkaitan
erat dengan aspek kehidupan sebagian besar orang Jawa. Motif yang terdapat dalam
batik seringkali dikaitkan dengan berbagai simbol yang bermakna khusus dalam budaya
mereka. Pada dasarnya, seni batik termasuk seni lukis dengan menggunakan alat yang
dinamakan canting. Batik adalah lukisan atau gambar pada kain mori yang dibuat dengan
menggunakan alat bernama canting. Hasil dari proses membatik adalah terciptanya
sebuah produk yang disebut batik atau batikan yang berupa macam-macam motif (Hamzuri,
1989: vi).
Batik memiliki ragam hias yang bervariasi. Beberapa ragam
hias tersebut; ragam hias Merak Ngibing (Indramayu dan Garut), Fajar Menyingsing
(Madura), Merak Merem (Jambi), Semen Gurdo (Cirebon), Tambal (Pekalongan, Yogyakarta,
Solo, dan Cirebon), Parang Rusak Barong (Yogyakarta), Kawung Prabu (Yogyakarta),
Limar (Solo), dan lain sebagainya. Ragam hias batik yang bervariasi tersebut umumnya
dipengaruhi oleh: (1) letak geografis daerah pembuat batik yang bersangkutan; (2)
sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan; (3) kepercayaan dan adat istiadat
yang ada di daerah yang bersangkutan; (4) keadaan alam sekitarnya, termasuk flora
dan fauna; dan (5) adanya kontak atau hubungan antardaerah (Djoemena, 1990: 1—11).
Meskipun hingga sekarang belum dapat dipastikan asal-usulnya,
kata batik dianggap berasal dari bahasa Jawa, yaitu ambatik (menggambar atau menulis).
Ada dua pendapat tentang asal-usul batik. Pendapat pertama, adanya kecenderungan
untuk mengatakan bahwa di Mesir pada abad VI telah terdapat kain batik dan pada
akhirnya menyebar ke Jazirah Afrika. Ada bukti bahwa orang Mesir dan Persia memakai
pakaian batik dalam relief-relief yang terdapat pada piramida. Pendapat kedua, berdasar
pada bukti arkeologis yang menyatakan bahwa orang India, Cina, Jepang, dan negeri
lain di Asia Timur juga telah mengenal batik. Namun demikian, ada fakta yang jelas
bahwa batik telah ada di Jawa pada abad XII sebagai bagian penting dari kebudayaan
dan ekonomi Kerajaan Majapahit (Purwanto, 2003: 14).
Dalam perkembangan awal di Indonesia, batik beredar di lingkungan
keraton sebagai perhiasan dari istri raja. Dari keraton, batik lalu dikenal sebagai
barang istimewa yang menunjukkan status tinggi pemakainya. Dalam sejarah nasionalisme
Indonesia, batik menjadi pakaian nasional yang digunakan oleh perempuan dan lelaki
untuk membedakan dengan bangsa Barat (kaum kelas satu) yang umumnya berpakaian kemeja
dan jas serta bangsa Timur lain (kaum kelas dua) yang umumnya menggunakan pakaian
khas mereka (Purwanto, 2003: 14).
Sebagai warisan budaya, batik lahir dari keluhuran spiritual
yang mengandung nilai-nilai filosofis tersendiri, khususnya bagi masyarakat Jawa.
Orang Jawa percaya bahwa untuk mencapai kebaikan dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan
antara manusia, lingkungan, dan alam. Keyakinan tersebut perlu diwujudkan dalam
budaya material yang dihasilkan dan dikembangkan dalam lingkungan keraton, termasuk
dalam proses pembuatan batik. Sofistikasi teknik, makna simbolik, dan aspek spiritual
batik juga menyebar ke luar keraton.
Ragam hias batikberkaitan dengan kedudukan sosial seseorang,
misalnya; batik dengan ragam hias parang rusak barong dan kawung. Batik yang menggunakan
ragam hias tersebut hanya boleh digunakan oleh para raja beserta keluarga dekat.
Hal itu berkaitan dengan arti atau makna filosofis dalam kebudayaan Hindu-Jawa.
Kedua ragam hias tersebut sering disebut sebagai ragam hias larangan (tidak semua
orang boleh menggunakannya) (Djoemena, 1990: 12). Akan tetapi, seiring perkembangan
zaman, kedua ragam hias batik tersebut telah menjadi milik masyarakat bersama. Dengan
kata lain, masyarakat bebas untuk menggunakannya.
Hakikat kebudayaan adalah perwujudan kehidupan masyarakat
itu sendiri dan proses perkembangannya. Kebudayaan merupakan manifestasi kepribadian
suatu masyarakat yang memberikan pengertian bahwa identitas masyarakat tercermin
dalam orientasi yang menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilainya dalam persepsi
untuk melihat dan menanggapi dunia luar, dalam pola serta sikap hidup yang diwujudkan,
dalam tingkah laku sehari-hari, serta dalam gaya hidup yang mewarnai kehidupannya
(Poespowardojo, 1986: 29).
Kebudayaan dapat dikatakan maju dan berkembang jika di dalam
kebudayaan itu terdapat anasir kebudayaan baru yang dapat terjadi karena adanya
penemuan baru (invention) atau modifikasi dari penemuan baru (innovation) dengan
adanya pencampuran kebudayaan (culture acculturation). Istilah penemuan mengandung
dua pengertian, yang pertama invention mengacu pada penemuan yang benar-benar baru
dengan segala pertimbangan yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. Keduanya
akan menciptakan tingkah laku baru sebagai akibat munculnya pengalaman baru dari
masyarakat pendukung (Sjafei, 1986: 97).
Menurut Koentjaraningrat, inovasi merupakan suatu proses
perubahan kebudayaan yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlampau lama.
Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya penemuan baru tersebut di
tengah-tengah masyarakat, dan cara penerimaannya dalam masyarakat. Selain itu, inovasi
adalah suatu proses pembaharuan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, modal,
pengaturan tenaga kerja, dan penggunaan teknologi yang menyebabkan adanya sistem
produksi dan produk-produk baru. Dengan demikian, inovasi berkaitan dengan pembaharuan
kebudayaan yang menyangkut pada aspek teknologi dan ekonomi (Koentjaraningrat, 1990:
135).
Di dalam ilmu Antropologi,penemuan—berkaitan erat dengan
inovasi—sendiri dibedakan menjadi dua macam kata; discovery dan invention. Discovery
adalah penemuan suatu unsur kebudayaan baru, baik yang berupa suatu bentuk konkret
(produk), maupun yang berupa suatu bentuk abstrak (ide), yang diciptakan oleh seorang
individu atau suatu kelompok dalam masyarakat. Suatu discovery dapat menjadi sebuah
invention jika telah terjadi pengakuan, penerimaan, dan penerapan terhadap penemuan
baru tersebut dalam masyarakat. Pada saat suatu penemuan baru tersebut sudah menjadi
invention, proses inovasi belumlah selesai. Penyebaran penemuan baru tersebut di
tengah-tengah masyarakat masih harus terus digalakkan (Koentjaraningrat, 1990: 135).
Menurut Koentjaraningrat, faktor pendorong terjadinya penemuan
baru meliputi: 1) kesadaran dari individu-individu akan kekurangan dalam kebudayaannya;
2) kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan; dan c) sistem perangsang bagi
aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat. Menemukan suatu hal yang baru pasti
membutuhkan daya yang besar, tetapi menyebarkan sesuatu hal yang baru pasti membutuhkan
daya yang lebih besar lagi (Koentjaraningrat, 1990: 135—136).
B.
Batik
Fraktal
Batik fraktal merupakan penemuan Pixel
People Project Research and Design (PPPRD), sebuah kelompok riset dan desain di
Bandung. Kelompok ini didirikan Nancy Margried, Muhamad Lukman, dan Yun Hariadi
pada tanggal 14 Februari 2007. Setelah dilakukan penelitian yang mendalam oleh PPPRD,
batik ternyata memiliki dimensi fraktal. Istilah fraktal sebelumnya hanya dikenal
dalam bidang matematika dan fisika.
PPPRD memfokuskan perhatiannya pada riset dan desain. Hasil
yang sudah dicapai adalah batik fraktal dan furniture dengan motif fraktal. Dalam
tulisan ini, penulis hanya memfokuskan perhatiannya terhadap batik fraktal. Di bawah
ini terdapat kutipan yang penulis unduh dari laman www.pxlpplproject.com.
Kreativitas gemilang dari PPPRD mendapat penghargaan dari
United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) di bidang
kebudayaan pada awal Oktober 2008. Penilaian UNESCO tersebut terfokus pada argumen
bahwa batik fraktal dan furniture dengan motif batik fraktal memiliki kualitas tinggi
dan berpotensi besar di pasar internasional.
Batik fraktal merupakan batik yang didesain dengan menggunakan
prinsip (rumus) fraktal. Dengan kata lain, batik fraktal adalah motif batik tradisional
yang ditulis ulang secara matematis. Penulisan ulang yang telah dimodifikasi lebih
kompleks (diubah formulanya) dapat menghasilkan motif yang baru atau berbeda. Pada
dasarnya, itu semua terkait dengan bahasa pemprograman.
Kata fraktal—berasal dari kata fractus—memiliki arti pecahan
yang menunjukkan bahwa sifat angka yang ditunjukkan selalu bersifat pecahan (bukan
bilangan bulat). Fraktal merupakan fenomena matematika dalam alam, kebudayaan, dan
anatomi manusia yang juga berkembang menjadi ilmu matematika—yang juga dimanfaatkan
dalam ilmu lain. Fraktal berpusat pada pengulangan (iteration) dan kesamaan diri
(self similarity) (Lukman, 2007: 1—2).
Sebelum menerapkan motif batik fraktal, dalam pembuatan batik
fraktal dan furniture fraktal, PPPRD melakukan penelitian terhadap batik dengan
pendekatan fraktal. Penelitian tersebut menemukan kesimpulan akhir bahwa batik itu
sendiri membawa karakteristik fraktal sebenarnya. Kompleksitasfraktal muncul karena
kepatuhan pada pakem (arti simbolis, harmoni dan simetri) dan pembatasan media (canting
dan lilin). Karena dapat dibahasakan secara matematis, lebih jauh, Pixel People
Project mengembangkan perangkat lunak batik fraktal. Program berbasis Java ini memudahkan seseorang untuk mengembangkan motif batik dalam
formula fraktal (bersifat fleksibel). Hasil desainnya lalu disimpan dalam format
png (Lukman, Muhamad, dkk., 2007: 2—5).
Sebelum membuat batik fraktal, hal pertama yang harus dilakukan
adalah mengukur DNA batik tersebut. Kita harus mengukur keteraturan motif dan ciri
khas batik dengan menggunakan alat yang disebut dimensi fractal. Hasil pengukuran
tersebut selanjutnya disebut DNA batik.
Sebagai contoh, motif parang rusak dari Yogyakarta ditransformasikan
dalam rumus matematika fraktal dengan bahasa L-System. Rumus tersebut kemudian dimodifikasi
dengan mengubah parameter-parameternya sehingga menghasilkan rumus yang lebih kompleks
dan rumit. Selanjutnya, rumus tersebut diolah dengan program JBatik, sebuah aplikasi
yang dibangun dengan basis open source software.

C. Perangkat Lunak Jbatik
Rumus fraktal tersebut akan menghasilkan gambar motif batik
yang berbeda dari motif asli. Pendesain dapat terus mengubah parameter rumusnya
sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Setelah pendesain
mendapatkan motif yang diharapkan, motif tersebut dicetak. Hasil cetakan dari komputer
tersebut kemudian diberikan kepada pembatik tradisional untuk dicanting atau dicap
di atas kain.

Pengerjaan Batik Fraktal oleh Pembatik Tradisional
Proses akhirnya masih mempertahankan proses tradisional,
yaitu dengan cap atau canting. Para pembatik tradisional itu tentu tetap menggunakan
malam (semacam tinta untuk menulis batik). Setelah proses tersebut, pewarnaan dapat
dilakukan dengan cara pencelupan. Pembuatan batik dengan menggunakan rumus fraktal
ini dapat memberi varian-varian desain baru yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh
kita.
D.
Motif
Batik Fraktal dalam Pendekatan Inovasi
Analisis data—dari PPPRD—dilakukan dengan membandingkan motif
batik klasik dan motif batik fraktal berdasarkan komponen pembanding. Adapun komponen
pembanding yang digunakan adalah warna dan motif. Dengan melakukan perbandingan
tersebut, kita dapat mengetahui persamaan dan perbedaan di antara keduanya.
Beberapa istilah akan penulis gunakan; ragam hias utama (klowongan),
isen, dan ragam hias pengisi. Hal itu merupakan tiga unsur pokok motif batik. Isen
merupakan hiasan yang mengisi bagian-bagian ragam hias utama (klowongan). Sementara
itu, ragam hias pengisi adalah hiasan yang ditempatkan pada latar pola sebagai penyeimbang
bidang agar pola secara keseluruhan tampak rapi dan serasi (Doellah, 2002: 255—260).
UNTUK MENDAPATKAN LANJUTAN DARI MAKALAH INI (BESERTA GAMBAR DAN DAFTAR PUSTAKA) ANDA DAPAT MENDOWNLOADNYA DI SINI
1 comment:
Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatu.
Saya ingin berbagi cerita siapa tau bermanfaat kepada anda bahwa saya ini seorang TKI dari johor bahru (malaysia) dan secara tidak sengaja saya buka internet dan saya melihat komentar bpk hilary joseph yg dari hongkong tentan MBAH WIRANG yg telah membantu dia menjadi sukses dan akhirnya saya juga mencoba menghubungi beliau dan alhamdulillah beliau mau membantu saya untuk memberikan nomer toto 6D dr hasil ritual beliau. dan alhamdulillah itu betul-betul terbukti tembus dan menang RM.457.000 Ringgit selama 3X putaran beliau membantu saya, saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sesukses ini dan ini semua berkat bantuan MBAH WIRANG,saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya segalanya,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH WIRANG atas bantuan nomer togel Nya. Bagi anda yg butuh nomer togel mulai (3D/4D/5D/6D) jangan ragu atau maluh segera hubungi MBAH WIRANG di hendpone (+6282346667564) & (082346667564) insya allah beliau akan membantu anda seperti saya...
Post a Comment