BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di zaman modern sekarang
ini begitu banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman
yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu, produsen
makanan dan minuman menambahkan zat tambahan makanan atau yang sering disebut
sebagai food additive dalam produknya.
Zat tambahan makanan
adalah sesuatu senyawa atau campuran senyawa selain bahan pangan dasar yang
terdapat di dalam makanan tertentu sebagai hasil aspek produksi, pengolahan, penyimpanan,
atau pengepakan (Donatus, 1990). Tujuan penambahan zat tambahan makanan adalah
untuk memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat. Zat tambahan makanan tersebut
dapat berupa pemanis, penyedap, pengawet, antioksidan, flavor/aroma, pengemulsi/pengental,
zat gizi, pewarna, dan lain-lain.
Warna merupakan salah satu
sifat yang sangat penting dari makanan, di samping juga nilai gizi, cita rasa,
atau tekstur yang baik. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh
terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman. Bahan pewarna
makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali
identitas atau karakteristik dari suatu makanan; untuk mempertegas warna alami
dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna; untuk menjaga
keseragaman warna dari batch ke batch, di mana variasi tersebut
biasa terjadi pada intensitas warna; dan memperbaiki penampilan makanan yang
mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan.
Zat pewarna makanan sering
kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya.
Betapa tidak, zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang dipakai untuk
mewarnai makanan. Di Indonesia, karena Undang-Undang penggunaan zat warna belum
ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan
pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna
tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk
makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang
penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk
industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk
makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan.
Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga
memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.
B.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang
di atas maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. menjelaskan yang dimaksud dengan zat pewarna makanan
2. menjelaskan golongan dan contoh zat pewarna makanan
3. menjelaskan metode identifikasi zat pewarna dalam makanan
C.
Manfaat
Berdasarkan latar belakang
di atas maka manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. mengetahui yang dimaksud dengan zat pewarna makanan
2. mengetahui golongan dan contoh zat pewarna makanan
3. mengetahui metode identifikasi zat pewarna dalam makanan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Zat Pewarna
Pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi
warna suatu objek.
Penentuan
mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor,
diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada
faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertmbangkan, secara visual faktor warna
tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain
sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat
ditandai adanya warna yang seragam dan merata.
Penambahan
bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi
kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses
pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
1.
Pigmen
yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil berwarna
hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada
daging.
2.
Reaksi
karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat pada
kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.
3.
Warna
gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino
protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap.
4.
Reaksi
antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau coklat
gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya
warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5.
Penambahan
zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang termasuk
golongan bahan aditif makanan.
B.
Jenis Zat Pewarna
Aneka jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau
cairan. ada dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan unceretified
color. Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri
dari dye dan lake, sedangkan uncertified color adalah zat
pewarna yang berasal dari bahan alami.
1.
Certified
Color (pewarna sintesis)
Ada 2 macam yang tergolong Certified
Color yaitu Dye dan Lake. Keduanya
adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Sedangkan zat
pewarna lake yang hanya terdiri dari 1
warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat.
Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan penting mengenai zat pewarna
tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat
didalamnya.
a.
Dye
Dye adalah zat pewarna yang
umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang
dapat digunakan selain air adalah gliserin, alkohol dan propilenglikol. Dye
juga dapat diberikan dalam bentuk kering
apabila proses pengolahan produk tersebut kemudian ternyata menggunakan air.
Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan yang penggunaannya
tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri.
Dye terbagi atas 4 kelompok
yaitu Azo dye, Triphenylmethane dye, Flourescein, dan Sulfonated Indigo.
a)
Azo
dye, terdiri dari:
·
FD&C
Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185
Amaranth termasuk golongan monoazo yang mempunyai satu
ikatan N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut
dalam air, menghasilkan larutan berwarna merah lembayang atau merah kebiruan.
Selain itu juga mudah larut dalam propilonglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Agak
tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%, sedangkan
terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh.

Sebelumnya di Amerika penggunaan zat warna amaranth
diizinkan secara bebas tanpa adalanya keluhan atau laporan mengenai terjadinya
keracunan. Pada akhir tahun 1970 muncul hasil penelitian dua grup penelitian
Soviet mengenai amaranth tersebut. Grup
pertama melaporkan, zat warna amaranth bersifat karsiogenik (menyebabkan
kanker) sedangkan grup kedua menyimpulkan bahwa zat warna tersebut bersifat
embritoksik (meracuni janin). Setelah dilakukan penelitian lanjutan dan
hasilnya menyatakan bahwa zat warna amaranth bersifat karsiogenik dan
embritoksik maka sejak itu penggunaan zat warna amaranth di amerika tidak
diperbolehkan (http://web.ipb.ac.id).
Selain bersifat
karsiogenik dan embritoksik, zat warna amaranth dalam jumlah besar dapat
menimbulkan tumor, reaksi alergi pada saluran pernapasan dan menyebankan
hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com).
·
FD&C
Yellow No 5 (Tartrazine) No Indeks 19140
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah
larut dalam air, menghasilkan larutan
kuning keemasan. Kelarutanya dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol
dan glikol mudah larut. Tartanizie tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCL, dan NaOH 10%, NaOH 30% akan menjadikan
warna berubah kemerah-merahan.

Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi,
khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam
benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com).
·
FD&C
Yellow No 5 (Sunset Yellow) No Indeks 150985
Sunset Yellow termasuk golongan monazo, berupa tepung berwarna jingga,
sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit
larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam gliserol dan glikol. Pemakaian
alat-alat, mudah larut dalam alkohol tembaga akan menyebabkan warna larutan zat
warna menjadi keruh, coklat dan opaque.

Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi alergi,
khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam
benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak. Pada jumlah
yang sedikit sunset yellow dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung,
sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan saluiran pencernaan (http://arinsehat.blogspot.com).
·
FD&C
Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 14700
Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam air dan memberikan larutan
berwarna jingga. Larutan dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol
95%. Sifat ketahanannya hampir sama
dengan amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat 10%, NaOH 30% akan membuat
larutan berwarna kekuningan. Cu membuat warna larutan menjadi kuning, gelap,
dan keruh baik pada larutan netral maupun asam.
b)
Triphenymethane
dye, terdiri dari :
·
FD&C
Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090
Zat pewarna ini termasuk Triphenylmethane
dye, merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan, larut
dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini tahan
terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak tahan terhadap HCl
10%, tetapi menjadi berwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl 30% akan membentuk
warna merah anggur.
·
FD&C
Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan
atau ungu kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau
kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini
juga larut dalam gliserol dan glikol. Fast Green agak mudah luntur dengan adanya cahaya dan
tidak tahan terhadap HCl 30%, bila ditambahkan alkali, akan berwarna ungu. kontak
dengan Cu akan menjadikan warna coklat.
·
FD&C
Violet No 1 (Benzylviolet 4B)
Zat pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu,
larut dalam air, gliserol, glikol dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu
cerah, tidak larut dalam minyak dan eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh
cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.

c)
Fluorescein
·
FD&C
Red No 3 (Erytrosine) No Indeks 45430
Zat pewarna ini termasuk golongan Fluorescein.
Berupa tepung coklat larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang
berfluoresensi sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi. Larut dalam
gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator,
tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.

d)
Sulfonated
Indigo
·
FD&C
Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine) No Indeks 73015
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah-merahan, mudah laut
dalam air dan larutannya berwarna biru. Larut dalam gliserol dan glikol,
sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini sangat tidak tahan terhadap
cahaya, karena itu warnanya cepat menghilang.

b.
Lake
FD&C Lake diizinkan pemakainnya sejak tahun 1959, dan penggunannya
meluas dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye)
dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake stabil
pada Ph 3,5 – 9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang
dikandungnya terlepas.
Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam
air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak daripada dye, karena FD&C
lake larut dalam lemak. Daya mewarnai FD&C lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada bahan yang diwarnai.
Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan
zat pewarna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat
warna. Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per IX/88, yang mengatur mengenai pewarna
yang dilarang digunakan dalam makanan. Pewarna yang diizinkan serta batas
penggunannya termasuk penggunaan bahan pewarna alami.
Khusus untuk bahan pewarna, Departemen
Kesehatan telah menerbitkan Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 2985/B/SK/79 tanggal 12
Nopember 1979 tentang wajib daftar pewarna makanan dan Peraturan Menkes RI
No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya. Penerbitan peraturan ini bertujuan untuk mencegah pemakaian zat
warna yang bukan untuk makanan ke dalam makanan.
Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa zat
warna sintesis yang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Tabel 1. Nama-nama
zat pewarna sintesis yang
dilarang
digunakan di dalam makanan
No
|
Nama
|
Indeks Warna
|
1
|
Auramine ( CI
Basic Yellow 2)
|
41000
|
2
|
Alkanet
|
75520
|
3
|
Butter Yellow
(CI Solvent Yellow 2)
|
11020
|
4
|
Black 7984
(Food Black 2)
|
27755
|
5
|
Burn Umber (CI Basic Orange 7)
|
77491
|
6
|
Chrysoidinie
(CI Basic Orange 2)
|
11270
|
7
|
Chrysoine S (CI
Food Yellow AB)
|
14270
|
8
|
Citrus Red No.2
|
12156
|
11
|
Fast Yellow AB
(CI Food Yellow 2)
|
13015
|
12
|
42085
|
|
15
|
Methanyl Yellow
|
13065
|
16
|
Oil
|
12100
|
17
|
Oil Orange XO
(CI Solvent Orange 7)
|
12170
|
18
|
Oil Yellow AB
(CI Solvent Yellow AB)
|
11380
|
19
|
Oil Yellow
|
11390
|
20
|
Orange G (CI
Food Orange 4)
|
16230
|
21
|
Orange GGN (CI
Food Orange 2)
|
15980
|
22
|
Orange RN
|
15970
|
23
|
Orchil dan
Orcein
|
-
|
24
|
Ponceu 3R (CI
Red 6)
|
16155
|
25
|
Ponceu SX (CI
Food Red 1)
|
14700
|
26
|
Ponceu 6R (CI
Food Red 8)
|
16290
|
27
|
Rhodamine B (CI
Food Red 15)
|
45170
|
28
|
12055
|
|
29
|
Scarlet GN
(Food Red 2)
|
14815
|
30
|
Violet 6B
|
42640
|
Tabel 2. Jenis pewarna sintesis pada produk makanan dan batas maksimum
penggunaannya
No.
|
Nama bahan
|
Jenis / bahan makanan
|
Batas maksimum
|
tambahan makanan
|
penggunaan
|
||
1
|
Biru berlian
|
Kapri kalengan,
ercis
|
100 mg – 300 mg / kg
|
kalengan, es
krim, jem, acar
|
|||
ketimun dalam
botol, saus apel
|
|||
kalengan,
makanan lain, jeli
|
|||
2
|
Coklat HT
|
Minuman ringan,
makanan
|
70 mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan
cair
|
|||
3
|
Eritrosin
|
Es krim, buah
pir kalengan,
|
15 mg – 300 mg / kg
|
jem, udang
beku, saus apel
|
|||
kalengan,
makanan lain, jeli,
|
|||
4
|
Hijau FCF
|
yoghurt, irisan
daging olahan
|
100 mg – 300mg / kg
|
Es krim, buah
pir kalengan,
|
|||
jem, saus apel
kalengan,
|
|||
makanan lain,
jeli
|
|||
5
|
Hijau S
|
Minuman ringan,
makanan
|
70 mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan
cair
|
|||
6
|
Indigotin
|
Es krim, jem,
saus apel
|
6 mg – 300 mg / kg
|
kalengan,
makanan lain, jeli,
|
|||
yoghurt
|
|||
7
|
Karmiosin
|
Minuman ringan,
makanan
|
57 mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan
cair, es krim,
|
|||
yoghurt
|
|||
8
|
Kuning FCF
|
Minuman ringan,
makanan
|
12 mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan
cair, es krim
|
|||
9
|
Kuning kuinolin
|
Es krim, makanan lain
|
50 mg – 300 mg / kg
|
10
|
Merah Alura
|
Minuman ringan,
makanan
|
70 mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan
cair
|
|||
11
|
Ponceau 4R
|
Minuman ringan,
makanan
|
30 mg – 300 mg / kg
|
lain, es krim,
yoghurt, jem, jeli
|
|||
12
|
Tartrazin
|
Minuman ringan,
makanan
|
18 mg – 300 mg / kg
|
cair, makanan
lain, es krim,
|
|||
yoghurt
|
Penggunaan bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan
oleh Departemen Kesehatan (Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan
kesehatan, seperti timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh
kandungan arsen melebihi 0,00014% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas
konsumsi untuk zat pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar 1,25-1,5
mg/kg berat badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg, berat badan (untuk warna
biru), 12,5 mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk warna
kuning).
Bahan pewarna Rhodamine B untuk warna merah dan Metanil Yellow untuk
warna kuning, merupakan zat pewarna sintesis yang dilarang untuk produk makanan
karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat
membahayakan bagi kesehatan.
Rhodamine B adalah
bahan pewarna untuk kertas, bulu domba dan sutera. Rodamine B berasal dari
Metaliniat dan Dipanel Alanin sehingga mudah mudah larut dalam
alkohol. Struktur rhodamin B dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Nama Kimia N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-ethyethanaminium
chlorida. Rumus Molekul C28H31ClN2O3.
Bobot Molekul (BM) 479. Titik Lebur 1650C. Kelarutan sangat larut
dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium
hidroksida.
Rhodamin B adalah zat
warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah
keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah
terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk
golongan pewarna xanthene basa. Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol
dan ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh
dimakan. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat
kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu (http://digilib.unimus.ac.id).
Ciri makanan yang
mengandung Rhodamin B antara lain warna kelihatan cerah (berwarna-warni)
sehingga tampak menarik, ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirup atau
limun), muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya, dan baunya
tidak alami sesuai makanannya (http://yuwielueninet.wordpress.com). Sedangkan tanda-tanda dan gejala akut bila
terpapar Rhodamin B secara langsung yaitu jika terhirup dapat menimbulkan
iritasi pada saluran pernapasan, jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi
pada kulit, jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, jika
tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau
merah muda (http://informasisehat.wordpress.com).
Di beberapa Negara
penggunaan Rhodamin B pada berbagai produk telah dilarang contohnya Uni Eropa
tidak diperbolehkan untuk kosmetik, Hungaria tidak diperbolehkan untuk kosmetik,
Jepang: tidak diperbolehkan untuk makanan,
obat, dan kosmetik, Korea Selatan diperbolehkan untuk kosmetik (klorida,
stearat, dan asetat), Afrika Selatan tidak diperbolehkan untuk kosmetik, Taiwan
tidak diperbolehkan untuk kosmetik (dalam bentuk klorida, stearat, dan asetat.
Klorida juga dalam bentuk lake aluminum), USA tidak diperbolehkan untuk obat
dan kosmetik .
Berdasarkan criteria kesehatan dunia (WHO) Metanil
Yellow memiliki tingkat keracunan tiga.

Nama Kimia tropaeolin G; 3-[[4-(phenylamino)
phenyl] azo] benzenesulfonic acid monosodium salt. Bobot Molekul: 375,38 g/mol. Kelarutan larut
dalam air, alkohol, sedikit larut dalam benzen, dan agak larut dalam aseton .
Metanil yellow adalah
zat warna sintetik berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam
air, agak larut dalam aseton. Metanil yellow merupakan senyawa kimia azo
aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati,
kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Metanil kuning dibuat
dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan ini bersifat toksik. Metanil
yellow merupakan pewarna tekstil yang sering disalahgunakan sebagai pewarna
makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat stabil. Metanil yellow biasa
digunakan untuk mewarnai wool, nilon, kulit, kertas, cat, alumunium, detergen,
kayu, bulu, dan kosmetik. Pewarna ini merupakan tumor promoting agent. Metanil
yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemberian secara
oral.
Badan Pengawasan Obat dan
Makanan memasukkan rhodamin B dan metanil yellow dalam daftar bahan
tambahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi (Tabel 2) (Anonim, 1990). Rhodamin
B bersifat karsinogenik pada tikus yang telah diinjeksi pewarna tersebut secara
subkutan. LD50 rhodamin B pada tikus yang diinjeksikan secara intravena adalah
89,5 mg/kg .
2.
Uncertified
Color Additive (pewarna alamai)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified
color adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan
zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten
dan kantaxantin yang telah dapat dibuat sintetik. Untuk penggunaannya,
zat warna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan termasuk dalam daftar yang
telah tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih
bersifat sementara adalah Carbon Black. Tabel berikut mencantumkan jenis
pewarna alami dan sintesis pada produk makanan dan batas maksimal
penggunaannya.
Tabel 3. Jenis
pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya.
No.
|
Nama bahan
|
Jenis / bahan makanan
|
Batas maksimum
|
tambahan makanan
|
penggunaan
|
||
1
|
Anato
|
Es krim, lemak,
minyak
|
100 mg – 600 mg / kg
|
kacang,
margarin, keju,
|
|||
minyak kelapa
|
|||
2
|
β-Apo-8’
karotenal
|
Es krim, lemak,
minyak
|
100 mg – 200 mg / kg
|
makan, jem,
jeli
|
|||
3
|
Etil β -
|
Es krim, lemak,
minyak
|
100 mg – 200 mg / kg
|
karotenoat
|
makan, jem,
jeli
|
||
4
|
Kantaxantin
|
Es krim, lemak,
minyak
|
30 mg – 60 mg / kg
|
makan, jem,
jeli, udang
|
|||
kalengan
|
|||
5
|
Karamel, amonia
|
Es krim, jem,
jeli, jamur
|
150 mg – 3 g / kg
|
sulfit proces
|
kalengan, acar
ketimun dalam botol. Yoghurt, marmalad
|
||
6
|
Karamel
|
jem, jeli,
jamur kalengan, acar
|
150 mg – 300 mg / kg
|
ketimun dalam
botol, Yoghurt
|
|||
7
|
Karmin
|
Yoghurt
|
20 mg / kg
|
8
|
Β-karoten
|
Keju, kapri
kalengan, acar
|
100 mg / kg
|
ketimun dalam
botol, es krim,
|
|||
lemak, minyak
makan, minyak
|
|||
kacang, minyak
kelapa,
|
|||
mentega
|
|||
9
|
Klorofil
|
jem, jeli, keju
|
200 mg / kg
|
10
|
Klorofil tembaga
|
Es krim, acar
ketimun dalam
|
100 mg – 300 mg / kg
|
komplex
|
botol,
keju
|
||
11
|
Kurkumin
|
Es krim, lemak,
minyak
|
500 mg / kg
|
makan, minyak
kelapa,
|
|||
mentega
|
|||
12
|
Riboflavin
|
Acar ketimun
dalam botol,
|
50 mg – 300 mg / kg
|
keju, es krim
|
|||
13
|
Titanium
Dioksida
|
Kembang gula
|
secukupnya
|
Contoh
zat pewarna alami :
a.
Warna
merah diperoleh dari Karmin, Angkak, Likopen, Antosian
b.
Warna
coklat diperoleh dari Karamel dan Kakao
c.
Warna
kuning diperoleh dari Kurkumin, lakto lavin
d.
Warna
jingga diperoleh dari Karoten
e.
Warna
hijau diperoleh dari Klorofil
Contoh zat pewarna mineral :
a.
Warna
biru : Ultramarine
b.
Warna
merah : Cinaber
c.
Warna
kuning :
Baryt yellow, Lead chromate, Kadmium
sulfide
Di negara-negara yang telah maju, suatu zat sintetik harus
melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna
makanan. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal sebagai
certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus dapat
menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan
zat pewarna sintetik biasanya melalui
perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi
oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat
pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa
dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil
akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (http://digilib.unimus.ac.id).
C.
Identifikasi Jenis Pewarna
Kromatografi
secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan sintetik. Kromatografi
kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun 1970an, penggunaan KLT lebih
disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini masih digunakan oleh banyak
laboratorium karena peralatan yang digunakan sederhana. Namun telah
dikembangkan metode baru yang memberikan keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC
dan elektroforesis kapiler (Wirasto,
2008).
1.
Kromatografi kertas
Untuk mengetahui jenis zat pewarna umumnya digunakan metode
Kromatografi Kertas. Prinsip kerjanya adalah kromatografi kertas dengan larutan
pengembang (eluen). Setelah zat pewarna diteteskan diujung kertas rembesan
(elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam
air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna
tekstil.Setelah zat pewarna yang diidentifikasi telah diketahui, maka dapat
disimpulkan jenis zat warna yang digunakan pada makanan tersebut (http://digilib.unimus.ac.id).
Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini memakan
banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek dan
kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terdeteksi dengan baik, menunjukkan
terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Wirasto, 2008).
Berikut ini contoh prosedur analisis zat warna yang terdapat dalam bahan
makanan.
a.
Tahap Ekstraksi
Untuk
sampel cairan, ambil 25 mL sampel dimasukkan ke dalam polyamida sepanjang 2 cm
sedangkan sampel padatan dilarutkan dalam 25 mL air panas. Zat pewarna yang
terserap dicuci dengan 5 mL aseton sebanyak 5 kali kemudian dengan 5 mL air
panas sebanyak 5 mL untuk menghilangkan pengotor seperti gula, asam dan
sebagainya. Untuk melepas zat pewarnanya dielusi dengan 20 mL NaOH-metanolat.
Larutan yang diperoleh diatur pHnya menjadi 5 – 6 dengan menambahkan larutan
asam asetat metanolat. Larutan zat warna metanolat diuapkan dengan Buchi rotavapor menjadi volume 1 mL sebelum
diteteskan pada kertas untuk pemisahan kromatografi.
b.
Analisa Kromatografi
Sampel
sebanyak 2 µL diteteskan pada kertas Whatman dengan ukuran 12 x 20 cm. Jarak penetesan
1,5 cm dari batas bawah kertas dan jarak antara penetesan berikutnya 1,5 cm.
Kertas dibiarkan mengering selama 15 menit di udara terbuka dan kemudian
dielusi di dalam bejana yang telah berisi eluen jenuh. Eluen yang digunakan
untuk pemisahan campuran zat warna ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Kode
|
Eluen
|
Komposisi
|
A
B
|
n-Butanol – Asam asetat
– Air
n-Butanol – Etanol – Air
– NH4OH
|
20 : 10 : 50
50 : 25 : 25 : 10
|
Setelah
45 menit di dalam bejana, kertas diambil dan dikeringkan untuk selanjutnya di
analisa secara kualitatif dan kuantitatif jika eluen dapat memisahkan zat
pewarna dengan baik. Analisa kualitatif dilakukan dengan mengukur harga Rf
sampel dibandingkan dengan zat pewarna standar yang dipakai. Untuk analisa
kuantitatif, noda yang terjadi discan menggunakan TLC-scanner dan luas puncak
yang diperoleh diubah menjadi konsentrasi dengan kalibrasi standar (Tahid et
al., 1987).
2.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah
plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan).
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada analisis pewarna
sintetik. KLT merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat, dan
memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromatografi kertas. KLT tidak
sebaik HPLC untuk pemisahan dan identifikasi, tetapi metode ini relatif
sederhana dan dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun
demikian KLT tidak mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan .
UNTUK MENDAPATKAN LANJUTAN DARI MAKALAH INI ANDA DAPAT MENDOWNLOADNYA DI SINI
No comments:
Post a Comment