BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi
peningkatan produksi minuman dan makanan ringan yang beredar luas dikalangan
masyarakat. Dimana pada minuman dan makanan sering ditambahkan berbagai jenis
zat adiktif yang kadarnya perlu diperhatikan karena apabila konsumsinya
berlebihan, maka dapat membahayakan kesehatan (Jacobson, 2000)
Zat adiktif dapat
didenifisikan sebagai bahan alami atau bahan buatan jenis food grade (bahan yang aman untuk dikonsumsi), yang ditambahkan
atau dicampurkan sewaktu pengolahan pangan dengan tujuan memperbaiki karakter
pangan agar kualitasnya lebih meningkat. Fungsi lain dari pemberian zat adiktif
adalah untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan,
mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, membentuk
pangan menjadi lebih baik sehingga terasa nikmat bila dikonsumni oleh konsumen.
Dari sumbernya, bahan tambah
makanan dibagikan 2 jenis:
•
Bahan tambah makanan sengaja
atau langsung (direct food
additives)
ditambahkan ke dalam makanan untuk mendapatkan
kesan yang dikehendaki: seperti untuk kesegaran, memperbaiki mutu makanan,
membantu pemprosesan dan penyediaan makanan, atau menjadikan makanan lebih
menarik.
Sebagai
contoh, pemanis berkalori rendah aspartam
yang digunakan di dalam minuman, hidangan manisan (pudding), yogurt, permen dan
lain-lain makanan adalah dianggap bahan tambah langsung. Kebanyakan bahan
tambah diketahui dari label tempat makanan.
•
Bahan tambah makanan tak sengaja atau tak
langsung (unintentional or indirect food additives)
Terdapat di
dalam makanan saat pengeluaran atau pemprosesan bahan tertentu. Terdapat dalam
jumlah sedikit di dalam makanan. Misalnya, bahan pembungkusan mungkin masuk ke dalam makanan semasa
penyimpanan.
Pada makalah ini akan dibahas
mengenai jenis zat aditif makanan yaitu bahan pemberi rasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP)
adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan
bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat, dan pengental.
Di dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari
BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan
jajanan. Dalam prakteknya
masih banyak produsen
pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya
bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan
dalam makanan. Hal ini disebabkan
karena ketidaktahuan produsen pangan, baik
mengenai sifat-sifat dan
keamanan maupun mengenai
peraturan tentang BTP.
Karena pengaruh terhadap
kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen
seringkali tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan sering dilakukan oleh
produsen pangan, yaitu:
1. Menggunakan bahan
tambahan yang dilarang untuk makanan.
2. Menggunakan BTP
melebihi dosis yang diizinkan.
Alasan penggunaan BTP dalam
makanan antara lain:
1. Untuk menjaga
kestabilan produk
Seperti
pengemulsi (emulsifiers),
penstabil (stabilizers)
dan pemekat (thickeners)
menghasilkan tekstur yang licin, Agen anti-mengeras (anticaking)
2. Untuk
memperbaiki nilai makanan (nutritional value)
Vitamin dan mineral ditambah ke
dalam kebanyakan makanan seperti susu, tepung, dan margarin untuk menggantikan
zat tersebut yang kemungkinannya kekurangan atau hilang semasa pemprosesan. Ini
termasuklah vitamin A dan D, zat besi, asid askorbik, kalsium karbonat, niasin,
ribolflavin (B2), asid folik, tiamin (B1) dan zink oksida. Penguatan (fortification) dan pengayaan (enrichment)
melengkapi kekurangan zat makanan (malnutrition).
3. Untuk meningkatkan
kesedapan (palatability) dan kesegaran
(wholesomeness)
Bahan awet (preservatives) melambatkan kerusakan produk akibat udara,
bakteria, fungi atau yeast.
Antioksidan (antioxidants)
adalah bahan awet yang dapat mencegah rusaknya lemak dan minyak pada proses
pembakaran (baked goods) dan makanan dari menjadi tengik (rancid)
atau berubah rasa (off-flavour). Dapat juga mencegah irisan buah-buahan segar
seperti apel menjadi berwarna coklat bila kena udara.
4. Untuk mengembangkan (leavening) atau meningkatkan
kemasaman (acidity) dan kealkalian
(alkalinity)
Agen pengembang (leavening agents) misal baking soda untuk mengembangkan
biskut, roti saat dibakar. asidulan
(acidulants) membantu merubah kemasaman atau kealkalian makanan untuk
mendapatkan rasa dan warna yang sesuai.
5. Untuk meningkatkan
rasa atau memberi warna yang dikehendaki
Banyak
rempah (spices) serta
perasa asli dan tiruan meningkatkan rasa makanan. Begitu juga warna yang dapat
memperbaiki penampilan makanan.
Klasifikasi BTP
BTP dikelompokkan berdasarkan
tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan
digunakan pada makanan
menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai
berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP
yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan
rasa manis pada makanan, yang
tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP
yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4. Antioksidan, yaitu
BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah
terjadinya ketengikan.
5. Antikempal,
yaitu BTP yang
dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa
dan aroma, penguat
rasa, yaitu BTP
yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa
dan aroma.
7. Pengatur keasaman
(pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP
yang dapat mengasamkan,
menetralkan, dan mempertahankan derajat
keasaman makanan.
8. Pemutih dan
pematang tepung, yaitu BTP yang
dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung
sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap
dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP
yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu
BTP yang dapat
mengikat ion logam
yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna,
aroma, dan tekstur.
Selain BTP
yang tercantum dalam Peraturan Menteri
tersebut, masih ada
beberapa BTP lainnya yang biasa
digunakan dalam makanan, misalnya:
1. Enzim, yaitu
BTP yang berasal
dari hewan, tanaman
atau mikroba, yang
dapat rnenguraikan secara enzimatis,
misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan
tambahan berupa asam amino,
mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, dapat
meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan, yaitu BTP
yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.
Salah satu zat adiktif yang
sering digunakan adalah bahan pemberi rasa. Dimana makanan dan minuman akan
terasa nikmat karena kandungan rasa yang terdapat didalamnya. Hal inilah yang
membedakan makanan dan minuman yang satu dengan yang lainnya. Penambahan zat
pemberi rasa sangat menentukan kenikmatan makanan dan minuman yang hendak
disantap. Berikut ini beberapa bahan pemberi rasa pada makanan dan minuman yang
sering dijumpai yaitu :
1). PEMBERI RASA MANIS
A. Gula tebu
Rasa manis pada makanan dan minuman dapat kita
rasakan apabila menambahkan gula kedalamnya. Dimana gula yang biasa kita
gunakan adalah gula putih bening berbentuk kristal kecil seperti pasir. Gula
tersebut merupakan hasil olahan dari sari tanaman tebu yang telah dihancurkan.
Gula pasir merupakan senyawa sukrosa. Sukrosa ini merupakan gabungan antara dua
senyawa sakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Rumus molekul senyawa sukrosa adalah
C12H22O11.
CH2OH

O O CH2OH
H
OH HO
HO O CH2OH
OH OH
Sukrosa
B. Gula Merah atau Gula Aren
selain tanaman tebu yang
menghasilkan gula putih, pohon enau atau arenpun dapat menghasilkan pemanis yang dapat dikenal dengan gula aren
atau gula merah. Gula aren dapat diperoleh dengan menyadap tanaman bunag jantan
yang sudah mulai mekar dan mneghamburka serbuk sari yang berwarna kuning.
Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukul selama beberapa hari ,
hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan diujungnya
digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes. Cairan manis itu
dinamai nira berwarna jernih agak keruh. Setelah dikumpulkan , nira segera
dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair
ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan
beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren
bongkahan (gula gandu).
Nira mentah (segar) dapat
bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat. Nira
segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.
Citarasa manis pada aren ini dapat berasal dari molekul fruktosa. Rasanya pun
lebih gurih dibandingkan dengan gula putih .

C. Madu
Madu dapat dihasilkan dari
lebah yang memakan sari bunga (nektar). Madu berupa cairan kental dan lengket
berwarna emas kecoklatan disimpan secara apik dan rapi dalam suatu sarang (wax)
lebah. Rasa manis dari madu ini dapat berasal dari senyawa fruktosa yang
terdapat didalamnya. Madu dari lebah ini memiliki banyak kegunaan, misalnya
sebagai obat penawar sakit atau untuk menjaga stamina. struktur Fruktosa:


D. Gula Buatan
Selain gulan
yang berasal dari alam, ada pula beberapa jenis gula yang diperoleh melalui
proses sintesa. Gula-gula buatan ini memiliki kalori yang rendah dan non
nutritif, oleh karena itu, pemakaian gula sintesa ini biasanya dikonsumsi oleh
seseorang yang sedang melakukan diat untuk mengurangi berat badan atau bagi
para pendertita penyakit diabetes melitus. Berikut ini beberapa jenis gula
buatan yang sering digunakan untuk industri bahan makanan dan minuman yaitu :
u Sakarin
Sakarin (C6H4CONHSO2)
dapat mengantikan gula sukrosa dengan intensitas cita rasa manis sebesar 300
kali lipatnya. Namun penggunaan sakarin untuk produk pangan telah dilarang di
Indonesia. Karena sakarin meninggalkan rasa pahit dan ”metallic aftertaste”. Struktur kimia Sakarin :

Sakarin hadir
dalam bentuk garam berupa kalsium,
kalium, dan natrium, Berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik
lemah, mudah larut dalam air. Penggunaan sakarin pada berbagai produk pangan
berkisar antara 80 sampai dengan 5.000 mg/kg produk. Penggunaan secara
berlebihan dapat mengakibatkan migrain,
insomnia,asma,dan hipertensi.
v Siklamat
Siklamat (Cyclohexyl Sulfanate) memiliki tingkat
kemanisan 30 kali sukrosa. Siklamat tahan terhadap pemanasan dan rasa manis
siklamat lebih lama tertinggal di dalam mulut jika dibandingkan sukrosa. Namun
kemudian memberikan rasa pahit jika dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi.
Beberapa negara telah melarang penggunaan siklamat karena dianggap bersifat
karsinogen sehingga dapat menyebabkan kanker. Digunakan dalam bentuk garam
kalsium, kalium dan natrium siklamat. Secara umum, garam siklamat berbentuk
kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan
etanol, serta berasa manis. Siklamat memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar
30 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori maksimum penggunaan siklamat pada berbagai
produk pangan berkisar antara 100 sampai dengan 2.000 mg/kg produk. Pengguaan suklamat secara berlebihan dapat
menyebabkan penyakit kanker. Struktur
Kimia Siklamat yaitu :

w Maltitol
Maltitol
merupakan produk pemanis rendah kalori yang diperoleh dari jagung. Maltitol
memiliki sifat seperti gula, baik rasa maupun sifat kemanisannya. Kandungan kalori
yang dimilikinya hanya setengah dari gula biasa. Dengan tingkat kemanisan yang
sama dengan gula, maltitol tidak membuat kerusakan pada gigi. Maltitol
berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu
leleh, serta stabilitas yang tinggi. Maltitol berasa manis seperti gula dengan
tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai
kalori maltitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g. Maksimum
penggunaan maltitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai
dengan 300.000 mg/kg produk. Struktur Kimia Maltitol sebagai berikut :

x Acesulfame-K
Acesulfame-K
(C4H4KNO4S) memiliki tingkat kemanisan 200
kali sukrosa. Minuman yang mengandung acesulfame-K dapat dipasteurisasi dibawah
kondisi normal tanpa kehilangan rasa manis. Pencampuran dengan pemanis lain,
khususnya aspartam dan siklamat dapat meningkatkan intensitas kemanisannya.
Tetapi, bila dicampur dengan sakarin malah sebaliknya. Acesulfame-K tidak
meningggalkan rasa manis dimulut terlalu lama dan tidak meninggalkan ”lingering aftertaste”. Aturan pemakaian 15 mg/kg berat badan (WHO).
Biasa digunakan pada produk permen rendah gula, minuman ringan yogurt, sirup
dll. Acesulfame-K merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal
berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis tingkat kemanisan
relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa maksimum penggunaan
asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000
mg/kg produk. Struktur asesulfam-K sebagai berikut:
No comments:
Post a Comment