بـــســـم الله الرحمن الر حيم Untuk Kamu yang cari tempat Sewa Jas Murah di Kendari untuk keperluan ujian skripsi / sidang hasil / yudisium / acara penamatan atau mau kondangan. Yuk datang di @sewajaskendari. Tersedia aneka jas keren dari ukuran S - XL. cocok buat anak muda Kendari yang ingin tampil keren di acara spesial
December 06, 2011
Souvenir Pernikahan
Labels:
Ada souvenir,
gantungan hp,
gantungan kunci,
korek cantik,
pin,
plakat,
souvenir pernikahan,
sufenir,
tusuk gigi,
www.dikendari.com
Location:
Kendari, Indonesia
October 27, 2011
Zat aditif pemberi rasa by Deiz Rostyanti
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Rasa (Ing. sense) adalah
suatu sensasi dari apa yang dideteksi oleh indera perasa manusia dari sesuatu
bahan. Pendeteksian rasa adalah sebuah proses psikofisik dan merupakan suatu
bidang kajian neurologi. Kemampuan manusia mencicipi rasa makanan diperoleh dan
dilatih dari pengalaman sejak dalam pengasuhan orang tua. Terutama sejak masa
penyapihan (bayi berhenti menyusu dan mulai mengenal makanan padat dari sistem
kuliner keluarga batihnya). Dengan demikian dapat difahami mengapa kebiasaan
makan seseorang sangat ditentukan oleh pangalaman internal dirinya dalam budaya
makan keluarga dan kaumnya. Karena itu pula sering suatu atau beberapa jenis
makanan khas suatu kaum diangkat sebagai identitas kelompok, suatu kebiasaan yang
diaktifkan sebagai sebagai penanda diri memiliki kesamaan yang khas.
Cita rasa (Ing. taste)
pencicipan atau pengecapan (Ing. gustation) adalah rasa makanan yang
dikenali oleh lidah. Karena lidah merupakan indera pengecap paling depan dari
jalur penyerapan bahan makanan ke dalam tubuh manusia, maka sensasi rasa di
lidah merupakan rasa yang paling dekat dengan masalah makanan. Dari seluruh rasa di lidah yang dikenal
manusia ada empat rasa utama yang cenderung universal, dapat ditemukan hampir
di seluruh puak umat manusia, yakni rasa manis (Ing. sweet), pahit (Ing.
bitter), asam (Ing. sour) dan asin (Ing. salty).
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud zat aditif pada makanan ?.
2.
Apakah
pengertian dan fungsi pemberi rasa pada makanan ?
3.
Apakah
fungsi dari berbagai pemanis ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud zat aditif pada makanan.
2.
Mengetahui
pengertian pemberi rasa pada makanan
3.
Mengetahui
fungsi dari berbagai macam pemanis.
BAB
II
PEMBAHASAN

Zat aditif adalah suatu bahan kimia
yang ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud dan tujuan tertentu. Biasanya
zat aditif ditambahkan ke dalam makanan pada saat proses pengolahan. Jenis-
jenis zat aditif dapat terbagi menjadi 2, yaitu zat aditif berdasarkan
sumbernya dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan sumbernya terbagi menjadi
alami dan buatan sedangkan berdasarkan fungsinya dapat di golongkan atas
penyedap yang terdiri dari pemberi rasa,
penguat rasa dan aroma, dan pewarna.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
R.I No. 92/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud
dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu
mengolah makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalamnya adalah pewarna,
penyedap rasa dan peraroma, antioksidan, pengawet, pengemulsi, anti gumpal,
pemucat, dan pengental.
Pada umumnya bahan tambahan dapat
dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
Ø Aditif sengaja
Aditif
sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan
tertentu, misalnya untuk meningkatkan citarasa, nilai gizi, dan lain
sebagainya.
Ø Aditif tidak sengaja
Aditif
tidak sengaja yaitu aditif yang terdapat dalam makanan jumlah sangat kecil
sebagai
akibat dari proses pengolahan.

a.
Rasa Pahit
Rasa
pahit (Ing. bitter) dikenal sebagai rasa paling tajam, tidak
menyenangkan dan tidak disukai dari seluruh rasa yang lain. Rasa pahit pada
makanan dan minuman biasanya terdapat dalam kopi, coklat yang belum dimaniskan,
biji sitrus atau biji jeruk. Rasa pahit juga terdapat pada buah pare atau peria
yang biasa dibuat jadi sayuran.
b.
Rasa asin
Rasa asin
pada makanan ditimbulkan oleh kehadiran ion sodium yang banyak terdapat dalam
garam dapur (Lat. Sodium cloride = NaCl) yang memiliki indeks keasinan
1. Ion lain dari metal alkali juga memiliki rasa asin, akan tetapi dibandingkan
dengan sodium sensasi asin dari ion-ion metal terasa kurang. Metal alkali
sebagai pengganti garam yang sering dipakai adalah potasium chloride (KCL)
yang memiliki indeks asin 0,6. Umumnya masyarakat mengenal rasa asin dari garam
dapur yang berasal dari air laut.
c.
Rasa Asam
Sumber
rasa asam secara relatif berhubungan dengan asam hidroklorida (asam cuka) yang
mempunyai indeks keasaman 1. Sebagai perbandingan jeruk nipis memiliki indeks
keasaman 0,46. Secara umum bahan perasa asam secara alami yang paling awal
dikenal manusia adalah buah-buahan, seperti jeruk, limau atau lemon dan anggur.
Dalam perkembangannya dari spesies yang ada muncul jenis-jenis jeruk, limau,
lemon dan anggur yang indeks kemanisannya lebih tinggi dari pada indeks keasamannya
sedangkan secara sintesis atau buatan rasa asam dapat diperoleh dari produksi
asam sitrat, asam cuka dan lain-lain.
enzim dalam makanan by Ratna Sari
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Enzim merupakan
senyawa berstruktur protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator dan
dikenal sebagai biokatalisator. Enzim berperan sebagai katalisator yang
mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis. Enzim
dapat mengkatalisis sebuah reaksi yang secara reaksi kimia biasa tidak mungkin
terjadi dan seperti halnya katalisator biasa, enzim juga tidak ikut bereaksi
atau pun terurai menjadi produk reaksi.
Enzim dapat
diperoleh dari sel-sel hidup dan dapat bekerja baik untuk reaksi-reaksi yang
terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Pemanfaatan enzim untuk reaksi-reaksi
yang terjadi di luar sel Sekarang banyak diaplikasikan dalam dunia industri
seperti industri makanan, detergen, penyamakan kulit, kosmetik, dll.
Pemanfaatan enzim dapat dilakukan secara langsung menggunakan enzim hasil
isolasi maupun dengan cara pemanfaatan mikroorganisme yang dapat menghasilkan
enzim yang diinginkan.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1. Mengetahui
jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan pangan
2. Mengetahui
fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan pangan?
C. Rumusan
Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah:
1. Agar dapat
jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan pangan
2. Agar dapat
fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan pangan?
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini
adalah:
3. Dapat jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan
pangan
4. Dapat fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan
pangan?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sumber-Sumber
Enzim
Enzim
dapat diperoleh dari makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan selain itu sumber
enzim yang saat ini sangat dikenal dan banyak dimanfaatkan adalah
mikroorganisme. Beberapa contoh enzim seperti bromelin sebagai protease
bersumber dari tumbuhan yaitu nanas, papain sebagai protease dari pepaya,
lisozim dari putih telur dan lain sebagainya. Meskipun banyak sumber enzim yang
berasal dari hewan dan tumbuhan, namun sekarang pemanfaatan mikroorganisme
sebagai sumber enzim lebih banyak diminati karena beberapa alasan. Adapun
alasan-alasan tersebut antara lain, bahwa enzim dari mikroorganisme bisa
dihasilkan dalam waktu yang sangat singkat bahkan dalam hitungan jam, proses
produksinya bisa dikontrol, kemungkinan terkontaminasi oleh senyawa-senyawa
lain lebih kecil, area produksi tidak harus luas, dan lain sebagainya.
Menurut
(Agustina, 2004) ada berbagai macam enzim yang digunakan secara komersial
berasal dari jaringan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang terseleksi.
Beberapa contoh enzim yang berasal dari hewan antara lain tripsin, rennet,
lipase, dan kemotripsin. Selain dari hewan ada beberapa contoh yang bersumber
dari tanaman seperti aktinidin, alfa amilase, beta amilase, bromelin, dan
papain.
B. Sifat
Kimiawi dan Fisik Enzim
Enzim
sebagai suatu senyawa yang berstruktur protein baik murni maupun tergabung
dengan gugusan-gugusan kimiawi lainnya memiliki sifat yang sama dengan protein
lain yaitu dapat terdenaturasikan oleh panas, terpresipitasikan / terendapkan
oleh senyawa-senyawa organik cair seperti ethanol dan aseton juga oleh
garam-garam organik berkonsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat, dan memiliki
bobot molekul yang relatif besar sehingga tidak dapat melewati membran semi
permeabel atau tidak dapat terdialisis.
Beberapa
jenis enzim tidak memerlukan komponen lain atau tambahan untuk mencapai
aktivitasnya, namun ada beberapa enzim memerlukan molekul non protein lainnya
yang biasanya terikat kuat dengan molekul proteinnya. Molekul lain lain yang
terikat dalam enzim tersebut dinamakan sebagai kofaktor. Kofaktor dapat berupa
senyawa anorganik seperti ion-ion logam ( Mg2+, Mn2+, Fe2+, Zn2+, dsb), selain
itu juga dikenal adanya istilah koenzim, koenzim adalah senyawa organik dengan
bobot molekul rendah yang terikat pada bagian protein enzim. Sedangkan
proteinnya sendiri dinamakan apoenzim. Enzim akan menjadi aktif apabila
Apoenzim bergabung atau berikatan dengan kofaktor atau koenzim.
Molekul-molekul
enzim merupakan katalis yang sangat efisien dalam mempercepat pengubahan substrat
menjadi produk-produk akhir. Menurut Pelczar and Chan, 1986, satu molekul enzim
tunggal dapat melakukan pengubahan sebanyak seribu molekul substrat perdetik.
Kenyataan ini sekaligus menjelaskan bahwa molekul enzim tidak dikonsumsi
ataupun mengalami perubahan selama proses reaksi berlangsung. Namun demikian
ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan bahwa enzim tidaklah stabil
aktivitasnya dapat berkurang atau bahkan menghilang oleh berbagai pengaruh baik
kondisi fisik maupun kimia seperti suhu, pH, dan lain sebagainya. Ada dua ciri
yng mencolok dari enzim yaitu (1) efisiensi katalitiknya yang tinggi dan (2)
derajat kekhususannya (spesifitas) yang tinggi terhadap substrat tertentu.
C. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Enzim dalam bahan pangan :
·
Spesifitas Enzim
Aktivitas katalitik enzim sangat selektif. Artinya suatu
enzim umumnya
mengkatalisis :
a. Sejumlah kecil reaksi-reaksi kimia.
b. Sering juga hanya 1 jenis reaksi.
Contoh :
a. Tripsin : Memecah ikatan peptida pada sisi karboksilat
dari
residu lisin atau arginin.
b. Amilase: memutus ikatan glikosidikE-1,4.
Tingkat spesifitas enzim berbeda-beda.
Jenis-jenis spesifitas enzim :
1. Spesifitas stereokimia. Bekerja pada isomer-isomer
optik tertentu, misal: D-asam amino atau L-asam amino. Spesifitas
kelompok/fungsional. Memutuskan ikatan gugus fungsional tertentu.
Contoh: Tripsin, protease yang hanya aktif pada ikatan
peptida pada sisi karboksilat dari arginin atau lisin.
Spesifitas rendah : Enzim yang tidak membedakan jenis substrat, tetapi hanya spesifik pada ikatan yang akan
diputus.
Spesifitas absolut
:
- Enzim yang menyerang satu jenis substrat (tunggal)
- Mayoritas enzim termasuk golongan ini.
Contoh :
a. Enzim laktat dehidrogenas
Pengaruh pH
Enzim bersifat amfolitik:mempunyai konstanta disosiasi padagugus asam maupun basa, terutama pada gugus residu
terminal karboksil dan gugus terminal amonianya. Sehingga pH dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi karena :
1. pH dapat mempengaruhi subtrat
2. pH dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada enzim.
3. pH enzim dapat mengakibatkan denaturasi protein.
Setiap jenis enzim mempunyai pH optimum sendiri, tapi
umumnya berkisar antara 4,5-8,9.
Contoh enzim yang mempunyai pH optimum ekstrim:
- Pepsin : pH 1.8
- Arginase: pH 10,0
Pada kisaran pH ekstrem, baik asam maupun basa, terjadi
inaktivasi enzim yang irreversible. Pada kisaran yang
lain,
inaktivasi masih bersifat reversible.
pH Optimum Berbagai Enzim
- Rennin : pH 4,5
- Pepsin : pH 1,8
- Tripsin : pH 8,0-9,0
- Amilase : pH 4,8
- Invertase : pH 5,0
- Pektin-esterase : pH 6,5-8,0
pH optimum hanya berlaku untuk suatu substrat tertentu
saja.
Jika suatu enzim dapat bekerja pada berbagai substrat, pH
optimumnya juga berbeda2.
Contoh : enzim metil esterase (kapang) pH opt 5,0 Enzim
sama (kacang merah) pH opt 8,5
Pengendalian pH:
1. Industri pangan: pengaturan pH ditujukan untuk mendapat
keaktifan enzim maksimal.
2. Proses pengolahan pangan, keaktifan enzim tertentu
tidak dikehendaki, sehingga harus dicegah/dihambat.
Contoh: Browning akibat enzim fenolase dihambat dengan
penurunan pH hingga 3,0 (pH opt fenolase 6,5). Ditambahkan as sitrat, asam
malat dll.
Pengaruh Garam: peningkatan kadar elektrolit mempengaruhitk kelarutan protein.
Salting in : penggunaan larutan garam untuk melarutkan
beberapa jenis protein.
Salting out : beberapa jenis larutan garam (amonium
sulfat) digunakan supaya protein/enzim tidak larut (untuk mengisolasi protein
E. Aplikasi
dalam Industri Makanan dan Minuman
Dalam
bidang bioteknologi enzim merupakan salah satu produk yang banyak digunakan
atau diaplikasikan untuk keperluan industri seperti industri makanan, minuman,
farmasi, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam industri makanan atau minuman
enzim banyak digunakan untuk menghasilkan atau meningkatkan kualitas dan
keanekaragaman produk. Beberapa contoh produk yang memanfaatkan enzim seperti
keju, yoghurt, dan lain sebagainya (Philips, 2009).
Secara umum peranan Enzim dalam teknologi pangan adalah sebagai
berikut:
1. Dalam pemasakan/Pematangan Buah
a. Reaksi pati ke gula : bahan menjadi manis.
b. Menguraikan senyawa pektin : buah menjadi lunak.
c. Sintesis pigmen : Timbul warna-warna buah matang.
d. Sintesis zat-zat aroma.
2. Setelah Pemanenan/Pemotongan Hewan, enzim terus aktif
sehingga bisa lewat masak/busuk.
3. Proses Fermentasi : Enzim dihasilkan oleh
mikroorganisme.
Contoh: Pembuatan tape, anggur, bir dan tempe.
4. Dalam Proses pengolahan enzim dapat ditambahkan dalam
bentuk murni.
Contoh :
a. Hidrolisis pati ke dekstrin, ke sirup
b. Pelunakan daging: papain, bromelin.
c.K larifikasi sari buah buah-buah anggur.
d.K oagulasi susu dalam pembuatan keju dengan renin.
5. Dalam proses pengolahan perlakuan pemasakan berfungsi
untuk :
a. Membunuh mikroorganisme patogen dan pembusuk.
b. Inaktivasi enzim (blansing)
Dengan tujuan untuk Meperpanjang masa simpan.
Beberapa
contoh jenis enzim yang umum dan banyak digunakan dalam industri makanan dan
minuman antara lain:
a. Enzim
yang menghidrolisis Karbohidrat
Enzim karbohidrase: Amilase, invertase, laktase,selulase,pektin
ometil esterase (pemecah esterase).
1. Amilase
- Berfungsi memecah pati atau glikogen
- Banyak terdapat pada hasil tanaman atau hewan. Misal:E- amilase (memecah pati secara acak dari tengah
atau dari bagian dalam molekul; endoamilase),F-amilase (menghidrolisis dari bagian luar; eksoamilase), Glukoamilase
(memisahkan glukosa dari terminal gula non pereduksi substrat pati).
Zat pengemulsi makanan by Mifta Nur Rahmat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, produk
makanan dan minuman sudah sangat banyak rupa dan macamnya. Dari harga yang
seribuan hingga yang seratus ribuan, produk makanan ini tersebar luas di
hadapan kita. Seiring perkembangan teknologi, makanan manusia di jaman ini juga
sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Seperti halnya mereka
menginginkan pakaian dan elektronik yang canggih, maka mereka juga menginginkan
makanan yang canggih yakni instan, berpenampilan menarik, dan enak rasanya. Hal
ini terbukti dari penjualan produk makanan dan minuman ringan yang sangat
fantastis. Padahal mereka tidak menyadari dari mana penampilan menarik tersebut
muncul.
Bahan Tambahan
Makanan (BTP) atau yang lebih sering kita kenal dengan Zat Aditif Makanan. Peraturan
mengenai BTP tertulis jelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun
1988 tentang Bahan Tambahan Makanan (Lampiran II) atau yang lebih akrab kita
sebut Permenkes 722/88. Seiring
perkembangan ilmu teknologi pangan dan adanya kajian ilmiah terbaru mengenai
keamanan BTP yang ada di dunia saat ini, maka saat ini Badan POM bersama dengan
Pakar terkait sedang mempersiapkan revisi dari Permenkes 722/88 tersebut yang
nantinya revisi peraturan ini akan dimandatorikan melalui Peraturan Kepala BPOM
tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam Pangan. Sampai saat
ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama Tim
Pakar.
Penggunaan BTP ke dalam produk pangan ditujukan untuk
menghasilkan produk yang mempunyai rasa yang
enak, berwarna menarik, lebih awet serta mempunyai berbagai macam rasa sesuai
perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Kemajuan ilmu teknologi pangan dan
inovasi oleh produsen karena adanya permintaan dari konsumen di dunia dewasa
ini, juga menyebabkan meningkatnya penggunaan BTP pada produk-produk ini. Beberapa penggunaan BTP dalam produk
makanan adalah pewarna makanan, penguat rasa. perisa, penstabil, pengemulsi, pengental, pengembang,
pengawet dan lainnya.
Penstabil, pengemulsi dan pengental memiliki
kemiripan dalam fungsi dan tujuannya sehingga dikategorikan dalam satu poin di
lampiran II permenkes 722/88. Fungsi dari ketiga BTP ini adalah untuk membantu
pembentukan dan pemanatapan sistem dispersi yang homogen pada produk makanan
dan minuman. Sedangkan zat pengembang belum dimasukkan dalam permenkes 722/88
sebagai bahan tambahan makanan, namun zat ini tidak diragukan lagi ia berfungsi
sebagai zat tambahan makanan. Adapun fungsi dari zat ini adalah untuk
mengembangkan produk olahan tepung dalam makanan sejenis roti, kue dsb.
B. Permasalahan
Dari pemaparan di
atas, timbul permasalahan yang selanjutnya akan dikaji dalam makalah ini, yaitu
1.
Apa saja jenis BTP
yang tergolong dalam penstabil, pengemulsi dan pengembang?
2.
Bagaimana ambang
batas yang diperbolehkan untuk BTP tersebut?
3.
Apa BTP penstabil,
pengemulsi dan pengembang yang baik digunakan dalam suatu industry?
C. Tujuan
Dari
permasalahan yang diajukan, maka tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1.
Untuk mengetahui jenis-jenis BTP
yang tergolong dalam penstabil, pengemulsi dan pengembang
2.
Untuk mengetahui ambang batas yang
diperbolehkan untuk BTP tersebut
3.
Untuk memberikan
rujukan kepada industry pangan terkait dalam penggunaan jenis BTP penstabil,
pengemulsi dan pengembang
D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini antara lain :
1.
Dapat memberikan rujukan kepada
industry pangan terkait dalam penggunaan jenis BTP penstabil, pengemulsi dan
pengembang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahan Tambahan Makanan
Perkembangan ilmu pengetahuan di abad 18 di kawasan
benua Eropa dan Amerika mengakibatkan banyaknya penelitian dan inovasi
diberagam hal, tidak terlepas dari penelitian dan inovasi produk pangan.
Umumnya inovasi produk pangan dilakukan dengan menambahkan zat kimia yang dapat
mengurangi cost produksi dan dapat
mempercepat proses produksi, kemudian inovasi merambah di sektor rasa dan
penampilan produk pangan tersebut.
Pada saat itu belum ada peraturan yang mengatur
tentang penggunaan BTP dalam produk pangan dikarenakan belum ada dampak serius
yang ditimbulkan, namun ketika dampak negatif dari beberapa BTP yang ditemukan
yakni boraks dan formalin di tahun 1904 kemudian peraturan mengenai penggunaan
BTP diberlakukan (Enie, 2006).
Di Indonesia, BTP diatur berdasarkan Peraturan Mentri
Kesehatan No. 722 tahun 1988 (Lampiran II). Definisi dari PP No. 28 tahun 2004
mengenai BTP adalah bahan
yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan (Fitriana, Foodpreview.biz).
Beberapa penggunaan BTP dalam produk
makanan adalah Antioksidan (antioxidant), Anti
kempal (anti caking agent), Pengatur keasaman (acidity regulator), Pemanis
buatan (artificial sweetener), Flour treatmen agent (pemutih dan
pematang tepung), Pengemulsi, Pemantap, Pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), Pengawet
(preservative), Pengeras (firming agent), Pewarna (coloring),
Penyedap rasa & aroma, penguat rasa (flavour, flavor enhancer) dan Sekuesteran
(sequesterant) (POM, 1982).
B. Zat Pengemulsi
(emulsifier)
Bahan tambahan pangan jenis pengemulsi merupakan bahan yang dapat
mengemulsikan atau menghomogenkan beberapa fasa dengan kelarutan tertentu agar
diperoleh produk olahan yang homogen. Sifat emulsi ditentukan oleh sistem gaya
yang terbentuk oleh komposisi, jenis bahan yang membentuk emulsi, dan interaksi
antara bahan-bahan tersebut. Berbagai emulsi makanan baik yang bersifat elastis
maupun yang bersifat plastis dapat dibuat dengan mengatur proses pembuatan,
komposisi, dan jenis bahan pembantunya.
Emulsi
yang baik seharusnya stabil, tidak memisah, tidak berubah warna selama
pendiaman, dan tidak berubah konsistensinya. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh
ukuran partikel, perbedan densitas kedua fase, viskositas fase pendispersi,
emulsi keseluruhan, jumlah dan jenis emulsifier, serta kondisi penyimpanan
(Bennet, 1947). Bila sistem emulsi tidak stabil, maka akan terbentuk kembali
lapisan dari kedua fase tersebut. Proses terbentuk dimulai dengan terbentuknya
agregat yang lebih besar dari butiran-butiran minyak, dan berlangsung terus-menerus
sampai terjadi pemisahan.
Menurut
Nawar (1985) emulsifier adalah suatu bahan aktif permukaan untuk mempermudah pembentukan
emulsi atau meningkatkan kestabilitasannya. Kemudahan pembentukan emulsi
disebabkan oleh adanya penurunan tegangan permukaan antara kedua fase,
sedangkan peningkatan stabilitas disebabkan kemampuan emulsifier dalam mencegah
penggabungan antar partikel terdispersi.
Daya kerja
emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekuInya yang dapat terikat baik
pada minyak maupun air. Apabila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau
lebih larut dalam air, maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak
dalam air sehingga terjadi emulsi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya, bila
emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar), dapat terbentuk emulsi air
dalam minyak (w/o).
Struktur
emulsifier terdiri atas molekul-molekul yang mempunyai gugus lipofil dan
hidrofil. Dalam suatu emulsi, gugus lipofil akan larut dalam fase minyak,
sedangkan gugus hidrofil akan larut dalam fase air. Kedua gugus tersebut
bersama-sama membentuk globula-globula emulsi.
Menurut Petrowski (1976)
parameter yang sering digunakan untuk memilih jenis emulsifier adalah
berdasarkan nilai HLB (Hidrophile-Lipophile Balance). HLB adalah rasio antara
bagian hidrofilik terhadap Iipofilik yang juga merupakan bagian dari sistem
emulsi. Penggunaan emulsifier berdasarkan nilai kisaran HLB-nya seperti yang disajikan
pada Tabel berikut.
Kisaran
HLB dan Penggunaannya (Weiss, 1983)
Kisaran HLB
|
Penggunaan
|
4 – 6
|
Emulsifier (w/o)
|
7 – 9
|
Bahan
pembasah
|
8 – 18
|
Emulsifier (o/w)
|
14 – 15
|
Deterjen
|
Emulsifier
yang mempunyai HLB rendah (2-4) cenderung larut dalam minyak, sedangkan yang
mempunyai nilai HLB tinggi (14-18) cenderung larut dalam air.
Labels:
gom arab,
hidrofil,
HLB,
lipid,
lipofil,
pengemulsi,
surfaktan,
zat aditif,
zat aditif makanan,
zat penstabil
Subscribe to:
Posts (Atom)