Sewa Jas Kendari: 2011

radio muadz 94,3 fm kendari

radio muadz 94,3 fm kendari
radio muadz 94,3 fm kendari

October 27, 2011

Zat aditif pemberi rasa by Deiz Rostyanti


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

            Rasa (Ing. sense) adalah suatu sensasi dari apa yang dideteksi oleh indera perasa manusia dari sesuatu bahan. Pendeteksian rasa adalah sebuah proses psikofisik dan merupakan suatu bidang kajian neurologi. Kemampuan manusia mencicipi rasa makanan diperoleh dan dilatih dari pengalaman sejak dalam pengasuhan orang tua. Terutama sejak masa penyapihan (bayi berhenti menyusu dan mulai mengenal makanan padat dari sistem kuliner keluarga batihnya). Dengan demikian dapat difahami mengapa kebiasaan makan seseorang sangat ditentukan oleh pangalaman internal dirinya dalam budaya makan keluarga dan kaumnya. Karena itu pula sering suatu atau beberapa jenis makanan khas suatu kaum diangkat sebagai identitas kelompok, suatu kebiasaan yang diaktifkan sebagai sebagai penanda diri memiliki kesamaan yang khas.
            Cita rasa (Ing. taste) pencicipan atau pengecapan (Ing. gustation) adalah rasa makanan yang dikenali oleh lidah. Karena lidah merupakan indera pengecap paling depan dari jalur penyerapan bahan makanan ke dalam tubuh manusia, maka sensasi rasa di lidah merupakan rasa yang paling dekat dengan masalah makanan.  Dari seluruh rasa di lidah yang dikenal manusia ada empat rasa utama yang cenderung universal, dapat ditemukan hampir di seluruh puak umat manusia, yakni rasa manis (Ing. sweet), pahit (Ing. bitter), asam (Ing. sour) dan asin (Ing. salty).

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud zat aditif pada makanan ?.
2.      Apakah pengertian dan fungsi pemberi rasa pada makanan ?
3.      Apakah fungsi dari berbagai pemanis ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud zat aditif pada makanan.
2.      Mengetahui pengertian pemberi rasa pada makanan
3.      Mengetahui fungsi dari berbagai macam pemanis.

















BAB II
PEMBAHASAN

*         Zat aditif pada makanan

            Zat aditif adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud dan tujuan tertentu. Biasanya zat aditif ditambahkan ke dalam makanan pada saat proses pengolahan. Jenis- jenis zat aditif dapat terbagi menjadi 2, yaitu zat aditif berdasarkan sumbernya dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan sumbernya terbagi menjadi alami dan buatan sedangkan berdasarkan fungsinya dapat di golongkan atas penyedap yang terdiri dari  pemberi rasa, penguat rasa dan aroma, dan pewarna.
            Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I No.  92/Menkes/PER/XII/76, yang dimaksud dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu mengolah makanan untuk meningkatkan mutu. Termasuk ke dalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan peraroma, antioksidan, pengawet, pengemulsi, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
            Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
Ø  Aditif sengaja
Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan citarasa, nilai gizi, dan lain
sebagainya.
Ø  Aditif tidak sengaja
Aditif tidak sengaja yaitu aditif yang terdapat dalam makanan jumlah sangat kecil
sebagai akibat dari proses pengolahan.

*         Pemberi Rasa

a.       Rasa Pahit
Rasa pahit (Ing. bitter) dikenal sebagai rasa paling tajam, tidak menyenangkan dan tidak disukai dari seluruh rasa yang lain. Rasa pahit pada makanan dan minuman biasanya terdapat dalam kopi, coklat yang belum dimaniskan, biji sitrus atau biji jeruk. Rasa pahit juga terdapat pada buah pare atau peria yang biasa dibuat jadi sayuran.
b.      Rasa asin
Rasa asin pada makanan ditimbulkan oleh kehadiran ion sodium yang banyak terdapat dalam garam dapur (Lat. Sodium cloride = NaCl) yang memiliki indeks keasinan 1. Ion lain dari metal alkali juga memiliki rasa asin, akan tetapi dibandingkan dengan sodium sensasi asin dari ion-ion metal terasa kurang. Metal alkali sebagai pengganti garam yang sering dipakai adalah potasium chloride (KCL) yang memiliki indeks asin 0,6. Umumnya masyarakat mengenal rasa asin dari garam dapur yang berasal dari air laut.
c.       Rasa Asam
Sumber rasa asam secara relatif berhubungan dengan asam hidroklorida (asam cuka) yang mempunyai indeks keasaman 1. Sebagai perbandingan jeruk nipis memiliki indeks keasaman 0,46. Secara umum bahan perasa asam secara alami yang paling awal dikenal manusia adalah buah-buahan, seperti jeruk, limau atau lemon dan anggur. Dalam perkembangannya dari spesies yang ada muncul jenis-jenis jeruk, limau, lemon dan anggur yang indeks kemanisannya lebih tinggi dari pada indeks keasamannya sedangkan secara sintesis atau buatan rasa asam dapat diperoleh dari produksi asam sitrat, asam cuka dan lain-lain.

enzim dalam makanan by Ratna Sari


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Enzim merupakan senyawa berstruktur protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator dan dikenal sebagai biokatalisator. Enzim berperan sebagai katalisator yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis. Enzim dapat mengkatalisis sebuah reaksi yang secara reaksi kimia biasa tidak mungkin terjadi dan seperti halnya katalisator biasa, enzim juga tidak ikut bereaksi atau pun terurai menjadi produk reaksi.
Enzim dapat diperoleh dari sel-sel hidup dan dapat bekerja baik untuk reaksi-reaksi yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Pemanfaatan enzim untuk reaksi-reaksi yang terjadi di luar sel Sekarang banyak diaplikasikan dalam dunia industri seperti industri makanan, detergen, penyamakan kulit, kosmetik, dll. Pemanfaatan enzim dapat dilakukan secara langsung menggunakan enzim hasil isolasi maupun dengan cara pemanfaatan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim yang diinginkan.


B.   Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.    Mengetahui jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan pangan
2.    Mengetahui fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan pangan?
C.   Rumusan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.    Agar dapat jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan pangan
2.    Agar dapat fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan pangan?
D.    Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
3.    Dapat  jenis-jenis enzim yang digunakan dalam bahan pangan
4.    Dapat  fungsi dari enzim-enzim tersebut dalam bahan pangan?


BAB III
PEMBAHASAN
A.   Sumber-Sumber Enzim
Enzim dapat diperoleh dari makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan selain itu sumber enzim yang saat ini sangat dikenal dan banyak dimanfaatkan adalah mikroorganisme. Beberapa contoh enzim seperti bromelin sebagai protease bersumber dari tumbuhan yaitu nanas, papain sebagai protease dari pepaya, lisozim dari putih telur dan lain sebagainya. Meskipun banyak sumber enzim yang berasal dari hewan dan tumbuhan, namun sekarang pemanfaatan mikroorganisme sebagai sumber enzim lebih banyak diminati karena beberapa alasan. Adapun alasan-alasan tersebut antara lain, bahwa enzim dari mikroorganisme bisa dihasilkan dalam waktu yang sangat singkat bahkan dalam hitungan jam, proses produksinya bisa dikontrol, kemungkinan terkontaminasi oleh senyawa-senyawa lain lebih kecil, area produksi tidak harus luas, dan lain sebagainya.
Menurut (Agustina, 2004) ada berbagai macam enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang terseleksi. Beberapa contoh enzim yang berasal dari hewan antara lain tripsin, rennet, lipase, dan kemotripsin. Selain dari hewan ada beberapa contoh yang bersumber dari tanaman seperti aktinidin, alfa amilase, beta amilase, bromelin, dan papain.
B.   Sifat Kimiawi dan Fisik Enzim
Enzim sebagai suatu senyawa yang berstruktur protein baik murni maupun tergabung dengan gugusan-gugusan kimiawi lainnya memiliki sifat yang sama dengan protein lain yaitu dapat terdenaturasikan oleh panas, terpresipitasikan / terendapkan oleh senyawa-senyawa organik cair seperti ethanol dan aseton juga oleh garam-garam organik berkonsentrasi tinggi seperti ammonium sulfat, dan memiliki bobot molekul yang relatif besar sehingga tidak dapat melewati membran semi permeabel atau tidak dapat terdialisis.
Beberapa jenis enzim tidak memerlukan komponen lain atau tambahan untuk mencapai aktivitasnya, namun ada beberapa enzim memerlukan molekul non protein lainnya yang biasanya terikat kuat dengan molekul proteinnya. Molekul lain lain yang terikat dalam enzim tersebut dinamakan sebagai kofaktor. Kofaktor dapat berupa senyawa anorganik seperti ion-ion logam ( Mg2+, Mn2+, Fe2+, Zn2+, dsb), selain itu juga dikenal adanya istilah koenzim, koenzim adalah senyawa organik dengan bobot molekul rendah yang terikat pada bagian protein enzim. Sedangkan proteinnya sendiri dinamakan apoenzim. Enzim akan menjadi aktif apabila Apoenzim bergabung atau berikatan dengan kofaktor atau koenzim.
Molekul-molekul enzim merupakan katalis yang sangat efisien dalam mempercepat pengubahan substrat menjadi produk-produk akhir. Menurut Pelczar and Chan, 1986, satu molekul enzim tunggal dapat melakukan pengubahan sebanyak seribu molekul substrat perdetik. Kenyataan ini sekaligus menjelaskan bahwa molekul enzim tidak dikonsumsi ataupun mengalami perubahan selama proses reaksi berlangsung. Namun demikian ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan bahwa enzim tidaklah stabil aktivitasnya dapat berkurang atau bahkan menghilang oleh berbagai pengaruh baik kondisi fisik maupun kimia seperti suhu, pH, dan lain sebagainya. Ada dua ciri yng mencolok dari enzim yaitu (1) efisiensi katalitiknya yang tinggi dan (2) derajat kekhususannya (spesifitas) yang tinggi terhadap substrat tertentu.


C.   Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Enzim dalam bahan pangan :
·   Spesifitas Enzim
Aktivitas katalitik enzim sangat selektif. Artinya suatu enzim umumnya mengkatalisis :
a. Sejumlah kecil reaksi-reaksi kimia.
b. Sering juga hanya 1 jenis reaksi.
Contoh :
a. Tripsin : Memecah ikatan peptida pada sisi karboksilat dari
residu lisin atau arginin.
b. Amilase: memutus ikatan glikosidikE-1,4.
Tingkat spesifitas enzim berbeda-beda.
Jenis-jenis spesifitas enzim :
1. Spesifitas stereokimia. Bekerja pada isomer-isomer optik tertentu, misal: D-asam amino atau L-asam amino. Spesifitas kelompok/fungsional. Memutuskan ikatan gugus fungsional tertentu.
Contoh: Tripsin, protease yang hanya aktif pada ikatan peptida pada sisi karboksilat dari arginin atau lisin.
Spesifitas rendah : Enzim yang tidak membedakan jenis substrat, tetapi hanya spesifik pada ikatan yang akan diputus.
 Spesifitas absolut :
- Enzim yang menyerang satu jenis substrat (tunggal)
- Mayoritas enzim termasuk golongan ini.
Contoh :
a. Enzim laktat dehidrogenas
Pengaruh pH
Enzim bersifat amfolitik:mempunyai konstanta disosiasi padagugus asam maupun basa, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal amonianya. Sehingga pH dapat mempengaruhi kecepatan reaksi karena :
1. pH dapat mempengaruhi subtrat
2. pH dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada enzim.
3. pH enzim dapat mengakibatkan denaturasi protein.
Setiap jenis enzim mempunyai pH optimum sendiri, tapi umumnya berkisar antara 4,5-8,9.
Contoh enzim yang mempunyai pH optimum ekstrim:
- Pepsin : pH 1.8
- Arginase: pH 10,0
Pada kisaran pH ekstrem, baik asam maupun basa, terjadi
inaktivasi enzim yang irreversible. Pada kisaran yang lain,
inaktivasi masih bersifat reversible.
pH Optimum Berbagai Enzim
- Rennin : pH 4,5
- Pepsin : pH 1,8
- Tripsin : pH 8,0-9,0
- Amilase : pH 4,8
- Invertase : pH 5,0
- Pektin-esterase : pH 6,5-8,0
pH optimum hanya berlaku untuk suatu substrat tertentu saja.
Jika suatu enzim dapat bekerja pada berbagai substrat, pH optimumnya juga berbeda2.
Contoh : enzim metil esterase (kapang) pH opt 5,0 Enzim sama (kacang merah) pH opt 8,5
Pengendalian pH:
1. Industri pangan: pengaturan pH ditujukan untuk mendapat keaktifan enzim maksimal.
2. Proses pengolahan pangan, keaktifan enzim tertentu tidak dikehendaki, sehingga harus dicegah/dihambat.
Contoh: Browning akibat enzim fenolase dihambat dengan penurunan pH hingga 3,0 (pH opt fenolase 6,5). Ditambahkan as sitrat, asam malat dll.
Pengaruh Garam: peningkatan kadar elektrolit mempengaruhitk kelarutan protein.
Salting in : penggunaan larutan garam untuk melarutkan beberapa jenis protein.
Salting out : beberapa jenis larutan garam (amonium sulfat) digunakan supaya protein/enzim tidak larut (untuk mengisolasi protein
E.   Aplikasi dalam Industri Makanan dan Minuman
Dalam bidang bioteknologi enzim merupakan salah satu produk yang banyak digunakan atau diaplikasikan untuk keperluan industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam industri makanan atau minuman enzim banyak digunakan untuk menghasilkan atau meningkatkan kualitas dan keanekaragaman produk. Beberapa contoh produk yang memanfaatkan enzim seperti keju, yoghurt, dan lain sebagainya (Philips, 2009).
Secara umum peranan Enzim dalam teknologi pangan adalah sebagai berikut:
1. Dalam pemasakan/Pematangan Buah
a. Reaksi pati ke gula : bahan menjadi manis.
b. Menguraikan senyawa pektin : buah menjadi lunak.
c. Sintesis pigmen : Timbul warna-warna buah matang.
d. Sintesis zat-zat aroma.
2. Setelah Pemanenan/Pemotongan Hewan, enzim terus aktif
sehingga bisa lewat masak/busuk.
3. Proses Fermentasi : Enzim dihasilkan oleh mikroorganisme.
Contoh: Pembuatan tape, anggur, bir dan tempe.
4. Dalam Proses pengolahan enzim dapat ditambahkan dalam
bentuk murni.
Contoh :
a. Hidrolisis pati ke dekstrin, ke sirup
b. Pelunakan daging: papain, bromelin.
c.K larifikasi sari buah buah-buah anggur.
d.K oagulasi susu dalam pembuatan keju dengan renin.
5. Dalam proses pengolahan perlakuan pemasakan berfungsi
untuk :
a. Membunuh mikroorganisme patogen dan pembusuk.
b. Inaktivasi enzim (blansing)
Dengan tujuan untuk Meperpanjang masa simpan.
Beberapa contoh jenis enzim yang umum dan banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman antara lain:
a.    Enzim yang menghidrolisis Karbohidrat
Enzim karbohidrase: Amilase, invertase, laktase,selulase,pektin ometil esterase (pemecah esterase).
1. Amilase
- Berfungsi memecah pati atau glikogen
- Banyak terdapat pada hasil tanaman atau hewan. Misal:E- amilase (memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul; endoamilase),F-amilase (menghidrolisis dari bagian luar; eksoamilase), Glukoamilase (memisahkan glukosa dari terminal gula non pereduksi substrat pati).

Zat pengemulsi makanan by Mifta Nur Rahmat



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dewasa ini, produk makanan dan minuman sudah sangat banyak rupa dan macamnya. Dari harga yang seribuan hingga yang seratus ribuan, produk makanan ini tersebar luas di hadapan kita. Seiring perkembangan teknologi, makanan manusia di jaman ini juga sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Seperti halnya mereka menginginkan pakaian dan elektronik yang canggih, maka mereka juga menginginkan makanan yang canggih yakni instan, berpenampilan menarik, dan enak rasanya. Hal ini terbukti dari penjualan produk makanan dan minuman ringan yang sangat fantastis. Padahal mereka tidak menyadari dari mana penampilan menarik tersebut muncul.
Bahan Tambahan Makanan (BTP) atau yang lebih sering kita kenal dengan Zat Aditif Makanan. Peraturan mengenai BTP tertulis jelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan (Lampiran II) atau yang lebih akrab kita sebut Permenkes 722/88. Seiring perkembangan ilmu teknologi pangan dan adanya kajian ilmiah terbaru mengenai keamanan BTP yang ada di dunia saat ini, maka saat ini Badan POM bersama dengan Pakar terkait sedang mempersiapkan revisi dari Permenkes 722/88 tersebut yang nantinya revisi peraturan ini akan dimandatorikan melalui Peraturan Kepala BPOM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam Pangan. Sampai saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama Tim Pakar.
Penggunaan BTP ke dalam produk pangan ditujukan untuk menghasilkan produk yang mempunyai rasa yang enak, berwarna menarik, lebih awet serta mempunyai berbagai macam rasa sesuai perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Kemajuan ilmu teknologi pangan dan inovasi oleh produsen karena adanya permintaan dari konsumen di dunia dewasa ini, juga menyebabkan meningkatnya penggunaan BTP pada produk-produk ini. Beberapa penggunaan BTP dalam produk makanan adalah pewarna makanan, penguat rasa. perisa, penstabil, pengemulsi, pengental, pengembang, pengawet dan lainnya.
Penstabil, pengemulsi dan pengental memiliki kemiripan dalam fungsi dan tujuannya sehingga dikategorikan dalam satu poin di lampiran II permenkes 722/88. Fungsi dari ketiga BTP ini adalah untuk membantu pembentukan dan pemanatapan sistem dispersi yang homogen pada produk makanan dan minuman. Sedangkan zat pengembang belum dimasukkan dalam permenkes 722/88 sebagai bahan tambahan makanan, namun zat ini tidak diragukan lagi ia berfungsi sebagai zat tambahan makanan. Adapun fungsi dari zat ini adalah untuk mengembangkan produk olahan tepung dalam makanan sejenis roti, kue dsb.
B.  Permasalahan
Dari pemaparan di atas, timbul permasalahan yang selanjutnya akan dikaji dalam makalah ini, yaitu
1.    Apa saja jenis BTP yang tergolong dalam penstabil, pengemulsi dan pengembang?
2.    Bagaimana ambang batas yang diperbolehkan untuk BTP tersebut?
3.    Apa BTP penstabil, pengemulsi dan pengembang yang baik digunakan dalam suatu industry?
C.  Tujuan
Dari permasalahan yang diajukan, maka tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1.    Untuk mengetahui jenis-jenis BTP yang tergolong dalam penstabil, pengemulsi dan pengembang
2.    Untuk mengetahui ambang batas yang diperbolehkan untuk BTP tersebut
3.    Untuk memberikan rujukan kepada industry pangan terkait dalam penggunaan jenis BTP penstabil, pengemulsi dan pengembang
D.  Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini antara lain :
1.    Dapat memberikan rujukan kepada industry pangan terkait dalam penggunaan jenis BTP penstabil, pengemulsi dan pengembang



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Bahan Tambahan Makanan
Perkembangan ilmu pengetahuan di abad 18 di kawasan benua Eropa dan Amerika mengakibatkan banyaknya penelitian dan inovasi diberagam hal, tidak terlepas dari penelitian dan inovasi produk pangan. Umumnya inovasi produk pangan dilakukan dengan menambahkan zat kimia yang dapat mengurangi cost produksi dan dapat mempercepat proses produksi, kemudian inovasi merambah di sektor rasa dan penampilan produk pangan tersebut.
Pada saat itu belum ada peraturan yang mengatur tentang penggunaan BTP dalam produk pangan dikarenakan belum ada dampak serius yang ditimbulkan, namun ketika dampak negatif dari beberapa BTP yang ditemukan yakni boraks dan formalin di tahun 1904 kemudian peraturan mengenai penggunaan BTP diberlakukan (Enie, 2006).
Di Indonesia, BTP diatur berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No. 722 tahun 1988 (Lampiran II). Definisi dari PP No. 28 tahun 2004 mengenai BTP adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Fitriana, Foodpreview.biz). Beberapa penggunaan BTP dalam produk makanan adalah Antioksidan (antioxidant), Anti kempal (anti caking agent), Pengatur keasaman (acidity regulator), Pemanis buatan (artificial sweetener), Flour treatmen agent (pemutih dan pematang tepung), Pengemulsi, Pemantap, Pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), Pengawet (preservative), Pengeras (firming agent), Pewarna (coloring), Penyedap rasa & aroma, penguat rasa (flavour, flavor enhancer) dan Sekuesteran (sequesterant) (POM, 1982).
B. Zat Pengemulsi (emulsifier)
            Bahan tambahan pangan jenis pengemulsi merupakan bahan yang dapat mengemulsikan atau menghomogenkan beberapa fasa dengan kelarutan tertentu agar diperoleh produk olahan yang homogen. Sifat emulsi ditentukan oleh sistem gaya yang terbentuk oleh komposisi, jenis bahan yang membentuk emulsi, dan interaksi antara bahan-bahan tersebut. Berbagai emulsi makanan baik yang bersifat elastis maupun yang bersifat plastis dapat dibuat dengan mengatur proses pembuatan, komposisi, dan jenis bahan pembantunya.
Emulsi yang baik seharusnya stabil, tidak memisah, tidak berubah warna selama pendiaman, dan tidak berubah konsistensinya. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh ukuran partikel, perbedan densitas kedua fase, viskositas fase pendispersi, emulsi keseluruhan, jumlah dan jenis emulsifier, serta kondisi penyimpanan (Bennet, 1947). Bila sistem emulsi tidak stabil, maka akan terbentuk kembali lapisan dari kedua fase tersebut. Proses terbentuk dimulai dengan terbentuknya agregat yang lebih besar dari butiran-butiran minyak, dan berlangsung terus-menerus sampai terjadi pemisahan.
Menurut Nawar (1985) emulsifier adalah suatu bahan aktif permukaan untuk mempermudah pembentukan emulsi atau meningkatkan kestabilitasannya. Kemudahan pembentukan emulsi disebabkan oleh adanya penurunan tegangan permukaan antara kedua fase, sedangkan peningkatan stabilitas disebabkan kemampuan emulsifier dalam mencegah penggabungan antar partikel terdispersi.
Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekuInya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Apabila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air, maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadi emulsi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya, bila emulsifier lebih larut dalam minyak (non polar), dapat terbentuk emulsi air dalam minyak (w/o).
Struktur emulsifier terdiri atas molekul-molekul yang mempunyai gugus lipofil dan hidrofil. Dalam suatu emulsi, gugus lipofil akan larut dalam fase minyak, sedangkan gugus hidrofil akan larut dalam fase air. Kedua gugus tersebut bersama-sama membentuk globula-globula emulsi.
Menurut Petrowski (1976) parameter yang sering digunakan untuk memilih jenis emulsifier adalah berdasarkan nilai HLB (Hidrophile-Lipophile Balance). HLB adalah rasio antara bagian hidrofilik terhadap Iipofilik yang juga merupakan bagian dari sistem emulsi. Penggunaan emulsifier berdasarkan nilai kisaran HLB-nya seperti yang disajikan pada Tabel berikut.
Kisaran HLB dan Penggunaannya (Weiss, 1983)
Kisaran HLB
Penggunaan
4 – 6
Emulsifier (w/o)
7 – 9
Bahan pembasah
8 – 18
Emulsifier (o/w)
14 – 15
Deterjen
Emulsifier yang mempunyai HLB rendah (2-4) cenderung larut dalam minyak, sedangkan yang mempunyai nilai HLB tinggi (14-18) cenderung larut dalam air.